
Puisi-Puisi Michael Djayadi
Aku dan Kucingmu
Kami berdua saling memicingkan mata
melihat mata satu sama lain
memastikan bahwa kami tahu apa yang
masing-masing kami bayangkan ketika
kau pergi meninggalkan rumah dini
hari kemarin sebelum benar-benar
kau yakin bahwa aku dan kucingmu
telah terlelap, minimal menguap
Sebongkah Batu
Penyesalan adalah sebongkah batu besar
dilempar ke tengah samudra lepas.
Ia batu besar, menolak tenggelam.
Ia batu besar, bertolak dari samudra kembali ke
tangan. Aku menyaksikan segalanya terlepas
dan kembali. Kepada tangan kepada apa pun.
Rusa Buruan
Kau adalah rusa yang menunduk
ketika suara sepatuku mendekati
daerah lindungmu. Kau menunduk
seolah tubuhmu menyatu bersama
desir sayap kupu-kupu yang bersarang
dekat sepatuku menandaskan jejak.
Dan aku telah susah payah menunggumu
mendekati perangkapku di
balik semak perdu: buah-buahan segar
dan tumpukan sketsa dirimu yang selalu
gagal menawan hatimu. Kau berhasil
menundukkan warna coklat totol putih
di tubuhmu dan berubah menjadi senapan
yang kugenggam guna membidik dan
melumpuhkanmu.
Sebuah Kitab
Aku selalu gagal menemukan apa-apa yang menurutku baik dalam diriku maupun semua yang dapat orang nilai baik dari luarku.
Aku adalah gulungan kitab nabi-nabi yang jarang dibuka dan dilebarkan jari-jemari siapa pun, sebab tak ada yang bisa membaca isiku—atau mereka yang mengaku bisa membaca diriku selalu berkata bahwa aku adalah yang terbaik dari semua kitab dan tak ada hal buruk dari tiap penggalan ayat dalam diriku dan karena itu juga banyak orang lebih sering menggulungku ketimbang membuka dan membacanya.
Orang-orang yang mengenalku takkan bisa menyebut namaku dalam nama lain yang bisa mereka sebutkan, dan orang-orang yang seumur hidupnya mengakrabi diriku siang dan malam, tahu bahwa suatu hari mereka juga akan jadi sebuah kitab: tak selesai ditulis dan dihapus dari percakapan sehari-hari.