Bahwa; “kematian…” ujarnya,
“adalah harum yang tak bisa dipadamkan.”
Siksaanku adalah
tidak untuk mempercayai diri
dalam keselarasan
Berjalan sendiri
mencari sebelah kaki
untuk diselimuti
memburu sebelah sepatu
yang lebih baru
Kabut dan berita pagebluk
Pohon-pohon memerah
Sungai dan jalan setapak
Retak-retak. Dan waktu
Yang menggantung di
Balik punggung adalah
Kepompong tua berdebu.
di bibir karma, ah! musik diskotik,
pil ekstasi, tari telanjang dini hari
jarum jahanam meluncur dari gorden biru,
ritus suci bagi rengek kuda,
Nu mokaha kapan lain ungkara cowong
tapi rosa tanaga ngedalkeun cikésang.
Kurtiyah menerima kotak itu lalu setengah berlari masuk ke mobil dan kembali melaju. Terdengar raung gitar di belakangnya. Memang tak ada jalan lain. Jalan ini lurus, tanpa simpang dan tak kelihatan ujungnya.
read moreTuan sangka dengan membuat saya terhempas
Maka saya akan terlepas, tempias. Masih ada
Tangan yang tak Tuan lihat, yang menopang
Saya dalam dendam dan nasib buruk ini.
Memasuki tahun ketiga, aku mulai pandai menerima nasib. Barangkali menjadi ibu memang bukan untukku. Mungkin Tuhan tahu aku akan menjadi ibu yang payah dan Dia mengasihani calon anakku sehingga mencarikannya rahim yang lain, rahim perempuan yang lebih pantas.
read moreKesetiaan adalah sinar desa yang benderang
sebuah kabar mengubar pesona gunung Maratus
dari kejauhan yang merabun di kaki awan