Puisi-Puisi Bonny Nur
Menjenguk Lahirnya Kata Perang Dingin
pada 24 Oktober 1948
Parade Militer
angin pergi mengembara
air pulang mengembala
dan api telah menjadi penjelajah
di atas tanah-tanah perlombaan senjata
tirai-tirai penemuan
pertunjukan kekerasan
bingkai-bingkai peradaban
menggambar kehilangan
tak ada perdamaian
hanya perang yang lebih formal
2021
Penembak Misterius
penembak misterius
tangkaplah laki-laki itu
ia berbicara dengan penggaris
ia menagih seperti seorang kondektur
ia membuat kami berbohong di sekolah
penembak misterius
tembaklah perempuan itu
tutur katanya terdengar seperti make up
membuat kami muak
dan kami pun telah mencibir pestanya
datanglah untuk membaca apa yang kami tanam
datanglah untuk setiap coretan yang ingin kami tuai
penembak misterius
kami telah memberikan semuanya
mulai rambut yang cepak
hingga sortiran majalah
tapi kami tidak seharusnya di sini
bersembunyi di perpustakaan
mengejar nilai, nilai, nilai
sambil kencing dan berlari
menyangsikan yang benar adalah benar
2021
Orang Perahu
ayah bilang,
rumah kita dikenang tanah
bunda juga: sayang, besok kita ke pantai,
kita main air, dan buat istana yang cantik
di sana
kemudian, jam 12 datang
dari kota kakak pun pulang
ia mengajakku merapikan seragam
juga buku-bukunya untuk berlayar
katanya,
nanti aku bisa bermain dengan ombak
merinai pasir, dan melihat ikan
yang setiap harganya
harus aku tebak
aku senang sekali saat itu
aku berlarian di rumah, di lampu merah
aku hitung kalender
buat aku lingkari angkanya
2021
Pembagian Berlin
masih aku ingat
saat ayah menggambar langit-langit
dan bunda menjadi sayapnya
orang-orang datang melihat tentara
tugur
menyusun tembok
dan tembakan untuk mereka
beberapa menghitung untuk protes
sedang lainnya terbagi sampai setetes
kami tenggelam dalam gambar
redup di bawah udara yang
mereka kumandangkan:
Jerman telah padam
Jerman telah padam
karamlah tiran
terhantam Postdam
maka aku tatap ibu kota pecah pelan-pelan
kasihnya berai, tercacah garis-garis perang
membentang dalam beku
dan baku pasal bisingnya peluru
dingin dinding mereka, merambat tumbuh
mengukur peluknya untukku
ingin sekali aku tanya paman polisi:
kenapa Berlin harus dibagi-bagi?
tapi aku takut ia diam saja
hanya menjawabku
dengan rahasianya
2021
Protokol Bayangan
tarik pelatuk itu, Belalang
sebab kau dan aku
hanya menjalani garis-garis tangan
tahan napasmu
dan hitunglah sampai sepuluh
berdoalah, Belalang. biar dosa
bawa dirimu mengeruh
kau tahu, semua sudut adalah bahaya
sedang peluru
selalu pergi merindukannya
seperti Kremlin
misi kita yang terakhir
mungkin, di sini, iblis juga akan datang
menuang proyektil itu beberapa butir
sebagai bekal kolom magasin
atau sekotak gasket
lalu akan kau dengar ia bertatah:
Belalang, dengarlah.
malaikat telah mencatat
nama yang harus kau coret
kau tahu, mungkin mereka akan mati dengan bertanya
menebak: adakah keadilan di Havana?
sedang pelatuk itu masih menunggumu,
Belalang. merangai rundukmu: apakah kita
sedang benar-benar menjalani garis tangan?
2021