“Ngaprak” Bersama Si Jalu, Merayakan Persib Jadi Jawara
Musim 1: Episode 1
Lain kandang lain peliharaan, lain bidang lain kegiatan.
Begitu kira-kira yang saya lakukan dalam rangka merayakan Persib menjadi jawara ISL (Indonesia Super League). Jika para Bobotoh di Bandung langsung merayakannya dengan turun ke jalan dan berparade. Saya pun turun ke jalan, besok paginya dan sendiri, menunggangi si “Jalu” sepeda saya.
Sabtu (8/11/2014), jam sembilan pagi, saya kayuh sepeda dari Lamduan (asrama), keluar gerbang kampus langsung belok kanan ke arah Mae Sai (perbatasan dengan Myanmar). Saya akan ngaprak (bertualang) bersepeda ke perkebunan teh Choui Fong.
Waktu tempuh ke Choui Fong kurang lebih setengah jam, itu jika menggunakan mobil atau motor. Dengan si Jalu dan kondisi fisik yang kurang prima, rasanya waktu tempuh 1,5 jam adalah sebuah prestasi optimal untuk saya yang masih (merasa) pemuda ini.
Tiba di sana, saya disuguhi sengkedan tanaman teh yang berderet rapi. Jalanan diaspal dengan “sungguh-sungguh”. Dan di samping tempat pengolahan teh tersedia kafe yang menyediakan aneka suvenir yang berkaitan dengan perkebunan teh tersebut, serta beberapa olahan makanan dan minuman yang dipadu dengan aroma dan daun teh.
Suasana nyaman tercipta di sana. Pemandangan indah, dengan didukung oleh sarana dan fasilitas yang mumpuni membuat para pengunjung betah berlama-lama di sana.
Para pengunjung yang saya maksud adalah manusia-manusia yang datang sekadar untuk berfoto ria, atau manusia-manusia yang sekadar ingin berkumpul bersama kerabat dan keluarga sambil makan-ngemil dan minum, atau bisa juga manusia-manusia yang hendak berpacaran dengan memesan minuman saja (itu pun yang paling murah), atau manusia sinting yang sedang merayakan kemenangan Persib semacam saya.
Saya akui akses ke Choui Fong mudah, bagus, dan nirmacet. Sehingga perjalanan ke tempat tersebut dapat ditempuh tanpa ada aral melintang serta cobaan menghadang. Kasarnya perjalanan di sini relatif aman dan lancar namun datar.
Lain halnya dengan perjalanan ke tempat-tempat wisata di Indonesia. Perjalanan ke tempat tersebut di hari biasa dan di akhir pekan dapat dikatakan tidak sama. Biasanya pada akhir pekan, perjalanan nyaris diwarnai aral melintang serta cobaan menghadang.
Kasarnya perjalanan berwisata di sana sering saya jadikan ajang untuk melatih kesadaran, kesabaran. Biasanya pada saat itu saya menjadi lebih ekspresif dan sensitif namun egois dari sebelumnya.
Walau proses berwisata di sini dan di sana (Thailand dan Indonesia) relatif berbeda, menurut saya tujuan manusia-manusia tersebut berwisata pada dasarnya sama saja, mencari kelegaan.
Begitupun dengan Persib dalam usaha menyandang kembali status juara yang membutuhkan proses hampir 20 tahun dengan berkali-kali bongkar pasang pemain dan pelatih yang pastinya sudah menguras biaya, kesadaran, dan kesabaran para pemain, pelatih, jajaran pengurus, dan tentu saja Bobotoh.
Jadi, tulisan yang melantur dan narsis ini saya dedikasikan untuk Persib yang akhirnya bisa meraih kelegaan. Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Jalu, sepeda saya. Tanpamu kaul saya tak mungkin terpenuhi.
Demikian cara saya merayakan kemenangan Persib. Tanpa atribut dan tanpa keriuhan. Salam dari Chiang Rai.
Hidup Persib![]
Sumber foto: Yussak Anugrah
Sorry, the comment form is closed at this time.
yussak
siap, nanti saya sampaikan salammu pada raja.
yussak
terima kasih, avontur buku. sengaja saya bikin seru, daripada mati gaya.
avonturbuku
wah, serunya sepedaan di thailand. salut 🙂
lukman
wow, bagus sekali. Thailand punya, salam untuk si raja