Fb. In. Tw.

Di Persimpangan Waktu: Belajar Mitigasi Bencana di Museum Geologi

Kelompok Hobi Berteater menggelar pentas “Di Persimpangan Waktu” di Museum Geologi Jumat, (10/02/2022). Pentas ini merupakan rangkaian Program Teater Museum Main-Mind inisiasi Jalan Teater Indonesia, peraih Dana Indonesiana Kemendikbud RI.

Para pengunjung yang diperuntukkan untuk siswa sebagai penonton lapis pertama, dibawa pada situasi pasca bencana gempa dan bertemu dengan dua orang anggota Lembaga Tanggap Bencana untuk membantu evakuasi pasca bencana di dalam Museum Geologi.

Di dalam museum yang gelap, mereka bertemu manusia purba yang tersesat di masa kini karena peristiwa “Persimpangan Waktu”. Dibantu seorang ilmuwan museum, mereka pun memulai petualangan menemukan batu-batu sandi untuk mengembalikan manusia purba tersebut ke zamannya.

Pertunjukan berlangsung di dalam Museum Geologi. Para pengunjung diajak berkeliling mencari batu-batu sandi dan melewati beberapa rintangan Dari mulai membantu seorang peneliti Patahan Lembang, terkecoh ke dunia lain, sampai berhadapan dengan Kolektor Museum yang licik. Di setiap babak peristiwanya, pengunjung mesti memecahkan teka-teki dan permainan. Dari mulai permainan pasak bumi yang memusingkan, sampai adu kecerdasan dengan seorang kolektor yang hampir saja menjadikan manusia purba tersebut sebagai salah satu koleksinya.

Si Kolektor adalah antagonis dalam pertunjukan ini, dia menipu para pengunjung yang sedang mencari batu sandi di tempat koleksinya. Kolektor itu mulanya membantu, mengatakan batu tersebut berada di rumah koleksinya. Para pengunjung pun mencari, tapi tak menemukan batu tersebut. Semua pengunjung kecewa.

Ilmuwan Pun memberi kabar, Si kolektor menipu dan telah menyekap manusia purba. Untuk membebaskannya, Si Kolektor menantang pengunjung untuk adu kecerdasan. Ia banyak bertanya tentang apa saja koleksinya, pengunjung pun tertantang mengikuti adu kecerdasan itu. Dari banyak pertanyaan, ada pengunjung yang gagal menjawab, tapi banyak juga pengunjung yang berhasil menjawab.

“Sedikit orang yang datang ke sini, melihat hal-hal detail seperti kalian, banyak dari mereka cuma foto-foto saja. Saya senang. Saya bebaskan manusia purba ini, dan sebagai permintaan maaf saya berikan juga batu sandu ini. Semoga membantu kalian.” 

Si Kolektor menyerahkan batu sandi terakhir yang diperlukan pengunjung untuk misi penyelamatan ini.

Di babak akhir, pengunjung diminta untuk menyusun teka teki agar gerbang masa lalu terbuka. Sebuah permainan menyusun gambar dari petunjuk teks puitik. Banyak percobaan bentuk terjadi, diskusi tim dan satu kesepakatan bentuk akhirnya membuka gerbang waktu untuk memulangkan manusia purba ke zamannya.

Pertunjukan ini berlangsung selama satu jam, diikuti oleh maksimal 30 orang penonton lapis pertama yang secara langsung terlibat di dalam pertunjukan. Beberapa penunotn lain mengikuti dengan antusias sebagai observer penonton lapis kedua. Di akhir sesi, pengunjung diminta berkomentar tentang pengalaman mereka selama mengalami teater museumntersebut.

Dalam pertunjukan ini, pengunjung bukan hanya ditempatkan sebagai pelihat dan penikmat. Tetapi juga jadi bagian dari berlangsungnya peristiwa dan partisipasi pengunjung menjadi kunci pertunjukan berlanjut ke babak-babak peristiwa selanjutnya. Permainan-permainan yang dilakukan pun beragam proses kognitif. Bukan sekadar mengingat materi museum, tapi juga menganalisa, mengkritisi, sampai merasakan atau terlibat langsung dalam peristiwa sejarah dan pengetahuan museum.

Pengetahuan dan pengalaman yang ditawarkan Hobi Berteater Indonesia dalam pertunjukan ini adalah terkait mitigasi bencana gempa, edukasi patahan lembang, manusia purba, dalam balutan pengalaman memecahkan persoalan dalam tim, observasi koleksi museum, memecahkan teka-teki dan kecakapan negosiasi. 

Main-Mind di Museum: Pertunjukan Inklusif Berbasis Teater Museum

Jalan Teater akan menggelar Main-Mind di Museum: sebuah pertunjukan inklusif berbasis teater museum. Tiga museum yang dipilih sebagai ruang sekaligus panggung pertunjukan berlokasi di Kota Bandung, yakni Museum Sri Baduga, Museum Geologi, dan Museum Konferensi Asia-Afrika.

Sahlan Mujtaba, pendiri Jalan Teater sekaligus produser dan sutradara Main-Mind di Museum menjelaskan bahwa garapannya kali ini bertolak dari kecenderungan umum museum-museum di Indonesia.

“Keberadaan museum masih sebatas tempat penyimpanan artefak atau pajangan benda-benda koleksi. Dalam urusan penyampaian informasi, museum masih jarang diinovasi dengan cara- cara kreatif. Padahal, museum mempunyai potensi ragam daya ungkap terkait multifungsinya sebagai ruang audio-visual juga interpretasinya terhadap masa lampau,” ungkap Sahlan, Jumat (30/12/2022).

Hal itu kentara pada pola komunikasi penyelenggara museum tiap kali menjelaskan koleksi museum kepada pengunjung. Jika bukan lewat caption atau takarir(tekstual), informasi disampaikan secara oral oleh pemandu dengan cara-cara yang tidak banyak berubah dari waktu ke waktu. Pemandu sekadar memberi penjelasan dan pengunjung sekadar menyimaknya. “Komunikasi semacam itu jarang menyentuh (apalagi mengaktivasi) perasaan dan tindakan pengunjung,” sambung Sahlan.

Lewat Main-Mind di Museum, Jalan Teater berupaya mendobrak kejumudan itu. Dimaksudkan untuk mengeksplorasi ragam metode komunikasi interaktif dan pembelajaran kreatif di museum, garapan ini juga diharapkan dapat mengeksplorasi praktik-praktik pembelajaran di museum yang berpusat pada pengunjung.

Konkretnya, pertunjukan yang berlangsung tidak hanya untuk ditonton, tetapi juga menunjukkan bahwa pedagogi alternatif museum sedang dipraktikan. Sejarah dan pengetahuan bukan hanya diketahui, tapi lebih jauh dari itu dialami dan direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

KOMENTAR

Media untuk Berbagi Kajian dan Apresiasi.

You don't have permission to register