Fb. In. Tw.

Puisi-Puisi Aji Ramadhan

Penggeli Hati Bagian Lain

Dia pulang, ingin kembali ke lingkar
kekasih, setelah capek berkelana
dari hutan pati, pantai gali, serta

gunung pasi. Di atas keledainya,
tiap malam, dia menyenandungkan
bunga kuning yang dijaga peri.

Bunga kuning bertangkai duri api.
Peri yang selalu berdoa agar
dihadiri pecinta keluasan Bimasakti.

Aku petik bunga kuning, tangis peri
melinting, rinduku lebih nyeri
dari luka gosong terbaret duri api.

***

Di hadapan pintu rumah kekasih,
tangan kanannya enggan mengetuk,
hanya menimang beku serat kayu.

Keledai diparkir di pekarangan,
ringkik memandang sepatu tuannya
yang rombeng dan berlempung.

Gresik, 2022

Kesatria

Tidak ada lagi antagonis
yang harus digorok
bagi kesatria dengan pedangnya.

Segala benda berbahan besi
berakhir tenteram
ditidurkan hamparan debu.

Tinggal bekas sayatan kesatria
bergejolak sebagai cinderamata
dari medan penghabisan.

Atau himne yang usang
sebagai obat untuk menipu
tremor di pundak kesatria.

Atau gairah memuja kematian
demi kekekalan nama
di bawah wujud kesatria.

Tuhan selalu setia hadir
meski kesatria mengabaikan
cara terbang pelita-Nya.

Cuma sebentang peta wilayah
menjadi saksi kesatria
yang mencemaskan bayangan.

Semua berlalu bergerak pelan
dalam pandangan kesatria
yang aksinya dinukil lisan.

Gresik, 2021


Nyala

Kau jangan pernah mendatangiku
dengan melampirkan ketakutan
dan keyakinan antikekal. Datanglah

dengan mata menyaring
cahaya bintang dari koda galaksi.
Pandangi batu-batu melahirkan debu

yang pandai meloncati malam.
Hitungi ada berapa saf yang selalu
menumbuhkan langit. Bulatkan

semua itu sehingga waktumu
menyerupai makna kutu penghisap
manis alam. Hatimu bergetar

mendengar pelbagai nama azimat
yang dibisiki penari menggasingkan
tubuhnya di tengah tabuhan.

Jangan, jangan menggigil ketika aku
membelah dadamu demi
menyisipkan saripati teja yang nyala.

Gresik, 2021

Tambak

Tambak merabunkan lumut, ekor
nyambik, serta kepak sekawan kuntul.
Di pematang, pohon rambutan
selalu terjaga,

ketika maling ikan mengendap
dari semak. Pagi kusut atau siang
mangut ternyata sama maksud
bagi capung yang mengeker jeli

arah barisan nyamuk. Kucing tua
menepi setelah sekuen napasnya
berdenyut ke ilahi. Gardu gang
mengelupaskan memori sedih

kala panen terendap. Semua itu
digambarkan ulang sebagai nasihat
petapa kepada lelaki
yang menadah jubah dan tombak.

Gresik, 2022

Neraca

Sepuluh tahun yang lalu
kita berada di dermaga. Duduk
menghadap laut
dan menjumlah kapal bersandar.
Kita juga saling bertukar pujian,
kesal, serta curahan hati.
Aroma laut menggubah
bisik sekolah dengan rencana
berkelana ke pulau lain.
Pernah kita
mengikat dugaan
di masa depan. Kita tertawa
seolah lancang mengintip
catatan milik Tuhan. Lalu kita
mengamati bapak yang girang
memancing beberapa ikan.
Kita terpesona
pada hasil kerahasiaan,
seolah neraca, lalu kita tidak lagi
berada.

Gresik, 2021

lahir di Gresik, Jawa Timur, 22 Februari 1994. Tinggal dan bekerja di Gresik. Lulusan Desain Interior di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta. Suka menulis puisi. Beberapa puisinya pernah dimuat di Koran Tempo, Kompas, Bali Post, Suara Merdeka, majalah Kalimas, dan Buruan.co. Buku puisi tunggalnya adalah Sang Perajut Sayap (Muhipress, 2011) dan Sepatu Kundang (Buku Bianglala, 2012). Selain puisi, juga menulis esai. Tahun 2022, esainya pernah dimuat di Langgar.co, berjudul Kebungson dan Leran, Gresik: Tempat Imajinatif bagi Penyair Penghayat Makam, dan masuk sebagai Sepuluh Tulisan Pilihan Langgar 2022. Sejak tahun 2021 hingga 2022, sekitar delapan bulan, sempat menulis kolom untuk rubrik Sastra di portal Gresiksatu.com, sebuah rubrik seni dan budaya yang bersinggungan dengan Gresik.

You don't have permission to register