Fb. In. Tw.

Ngadabrul Motif Purba Batik Subang

Ulasan diskusi “Ngadabrul Motif Purba Batik Subang”

Berwacana memilih motif batik untuk dijadikan identitas suatu wilayah, saat ini mungkin bukan suatu hal yang menarik. Salah satu sebabnya dalam perkembangan sejarah batik sendiri, orang-orang sudah jauh-jauh hari menemukan dan mengenalkan motif batik yang menjadi ciri atau kekhasan dari suatu wilayahnya.

Contoh dekat saja di Jawa Barat kita kenal batik khas Cirebon, Garut, Kuningan, dan Indramayu. Maka, mengeksplorasi motif batik untuk dijadikan identitas kewilayahan ditakutkan rentan terabrasi ke kegiatan “meng-ekor”, terlebih sejak batik dijadikan warisan Budaya Milik Indonesia oleh UNESCO tahun 2009 banyak wilayah di Indonesia ramai-ramai mengeksplorasi motif batik untuk dijadikan identitasnya.

Lantas apa yang menjadi menarik dari “Ngadabrul Motif Purba Batik Subang” sebuah diskusi yang mengangkat gagasan memilih motif batik untuk dijadikan identitas Subang hari ini, pada Jumat (12/12/2014) di Gedung Wisma Karya? Karena kenyataannya bahkan setelah kegiatan diskusi –yang dihadiri para penggiat seni, akademisi, dinas kebudayaan dan dari berbagai kalangan- itu selesai, wacana penggunaan motif purba sebagai batik Subang semakin deras bergulir.

Motif Purba yang digadang-gadang sebagai calon batik khas Subang adalah motif yang berasal dari sebuah bejana perunggu hasil peninggalan pra sejarah (artefak zaman perunggu; 2000 tahun sebelum Masehi) yang ditemukan di Subang. Bejana perunggu ini ditemukan bulan Oktober 2007 di kampung Tangkil, Desa Cinta Mekar, Kecamatan Serang Panjang. Bejana yang ditemukan tidak sengaja oleh seorang masyarakat, pada saat menggali lubang untuk menanam pohon pisang, menjadi bejana perunggu peninggalan pra sejarah ke tiga yang berhasil ditemukan di Indonesia setelah dua lainnya lebih dahulu ditemukan di Kerinci (Sumatera) dan di Madura.

Dengan ukuran tinggi 90cm dan lebar 60cm, bejana perunggu Subang menjadi bejana terbesar dari ketiga bejana yang ditemukan di Indonesia. Di permukaan bejana perunggu tersebut terdapat motif yang unik khas motif pra sejarah berupa motif tumpal (segitiga), gambar burung merak, rusa dan motif pilin (menyerupai huruf J dan J yang terbalik). Motif pada bejana Perunggu Subang sangat mirip dengan motif bejana perunggu yang ditemukan di Madura.

Kemiripan bejana perunggu yang ditemukan di Subang (Indonesia) juga persis dengan bejana perunggu yang ditemukan di Dong Son (Vietnam). Hal ini menimbulkan dugaan sementara tentang representasi hubungan budaya yang berkembang di Indonesia (khususnya Subang) dengan Dong Son (Vietnam). Terlebih Serang Panjang tempat ditemukannya bejana Perunggu Subang tersebut bukan lah daerah pesisir, tempat kapal-kapal singgah dengan segala aktivitas budaya zaman dahulu kala.

Artinya, ada dua kemungkinan apakah bejana perunggu diciptakan di tempat tersebut atau sengaja dibawa ke tempat tersebut. Hal ini menjadi menarik dan penting disampaikan pada khalayak bahwa Subang ternyata memiliki kebudayaan yang begitu luar biasa, di mana selama ini mungkin orang-orang mengenal budaya Subang sebatas kesenian tradisionalnya saja.

Bahkan penemuan bejana perunggu tersebut versi “Ngadabrul” dikatakan sebagai titik nol sejarah Subang, tentunya perlu kajian lebih dalam untuk yang satu ini. Hingga nanti sejarah Subang tidak terbatas pada PTN (Perkebunan yang dibangun pada jaman colonial) dan Pangkalan Udara Kalijati sebagai lapangan udara pertama di Indonesia yang melahirkan penerbang-penerbang handal pertama di Indonesia sekaligus mencatat sejarah sebagai tempat menyerahnya Jepang pada sekutu (sejarah sebelum Indonesia merdeka).

Pentingnya sejarah budaya yang terbawa dari penemuan bejana perunggu Subang tersebut kemudian oleh beberapa penggerak budaya dari pelbagai komunitas, individu dan instansi yang peduli terhadap Subang, seperti Ringkang Nonoman, Tinta Hijau, penggiat Museum Wisma Karya, Kabid Budaya DISBUDPAR Subang, Ibu Lurah Cigadung, dkk. diniatkan untuk segera diperkenalkan kepada masyarakat Subang sebagai upaya pencarian dukungan lebih besar dalam upaya pelestarian budaya Subang.

Salah satunya dengan mengangkat motif pada bejana perunggu tersebut untuk dijadikan motif batik ciri khas Subang. Motif tersebut diwacanakan bisa dipakai sebagai variasi pada baju atau motif iket (tali penutup kepala). Penggunaan motif batik dari motif purba bejana perunggu Subang tersebut pada akhirnya diharapkan tidak hanya menjadi identitas kewilayahan semata, tetapi lebih jauh dapat memperkenalkan Subang dengan latar sejarah budayanya.

Hari ini Subang sedang mengalami perubahan besar tatanan wilayah dari kota agraris menuju kota industry,  yang tentu perubahan tersebut sekaligus telah memengaruhi tatanan social budaya. Upaya untuk melestarikan budaya Subang, tentu menjadi urgen. Apabila tidak, beberapa tahun yang akan datang tentu masyarakat Subang akan kehilangan jati diri.

Penulis sangat menyepakati Yatim, Kabid Budaya DISBUDPAR Subang pada saat NGADABRUL menyatakan, “ke depan jika dibiarkan masyarakat Subang akan lebih gandrung dengan asesoris Korea, yang kenyataannya hari ini mereka cari makan di sana (pabrik garmen yang banyak tumbuh di Subang didominasi oleh Korea: penulis)”.

Maka, terlepas dari “meng-ekor” atau tidak, mengangkat Motif Purba menjadi Motif Batik Subang sebagai upaya pelestarian budaya dan identitas masyarakat Subang sepakat untuk terus digulirkan.

Ironisnya bejana perunggu yang luar biasa bersejarahnya tersebut teronggok bersama benda peninggalan lain yang tidak kalah pentingnya di gudang artefak di salah satu ruang di Wisma Kaya, Subang. Maka, sebagai langkah awal mengangkat budaya tersebut, tercetus lah ide “Ngadabrul* Motif Purba Batik Subang”.[]

*Ngadabrul berasal dari basa Sunda yang berarti obrolan kesana kemari. Namun melihat kegiatan diskusi Ngadabrul bukan obrolan kesana kemari tiada arti. Dalam hal ini sepertinya penyelenggara ingin menegaskan siapa pun boleh mengikuti diskusi tanpa dibatasi latar belakang genre, status sosial, pendidikan, dsb. yang penting memiliki niat yang sama untuk memajukan Subang sebagai kota yang memiliki jati diri dan berbudaya.

Sumber foto: kotasubang.com

Post tags:

Guru Bahasa Indonesia SMP Yadika Kalijati, tinggal di Subang.

You don't have permission to register