Fb. In. Tw.

Menikmati Puisi-puisi Mohamad Baihaqi Alkawy

Puisi-puisi Mohamad Baihaqi Alkawy menjadi karya puisi pertama yang tampil di rubrik Buruan (edisi 10/1/ 2019). Puisi-puisi yang disusun secara naratif. Meskipun demikian, tidak kehilangan unsur musikalitasnya. Menjadikan karyanya hadir sebagai sebuah narasi menarik dan tetap memiliki irama.

Puisi-puisi Baihaqi mengisahkan beberapa nama, seperti penenges, buakar, atau sayyid ali. Tokoh-tokoh yang barangkali adalah tokoh puitik (atau bahkan imajinatif) yang ia representasikan dengan intrepretasi bebas dalam karyanya. Tokoh-tokoh yang sekaligus mewakili karakter yang kompleks.

Seperti dapat dibaca pada bait pertama puisi “penenges tiba di depan Menara”.

penenges merasa dirinya seperti uang yang disimpan dalam kutang
tapi tidak sergahnya, segala telah selesai dan masa lalu hanya debu
yang melayang-layang. ia menginjak bayangan diri yang miring ke selatan

Narator memegang kunci pada puisi-puisi Baihaqi. Sebab kisah-kisah dalam karyanya ini tidak dituturkan oleh aku lirik (orang pertama). Cara yang dilakukan Baihaqi sangat menarik, meski tentu bukan sesuatu yang baru. Sebab, cara seperti ini sudah banyak dilakukan oleh penyair lain.

Namun begitu, dengan cara seperti ini menjadikan sisi personal penyairnya tidak terlalu mengemuka. Pembaca akan diajak berdialog dengan apa yang dikisahkan narator. Tidak sekadar membaca begitu saja kegelisahan personal seorang penyair.

Puisi yang dituturkan bukan oleh aku lirik membuka kemungkinan komunikatif dengan pembaca. Sebab, ia tidak melulu mendesakkan gagasan, perasaan, atau sekadar sentimentalia personal penyair yang dititipkan pada aku lirik. Si narator pada puisi-puisi Baihaqi muncul untuk berkomunikasi.

Seperti dapat dibaca pada salah satu bait yang tersusun dalam puisi berjudul “sayid ali singgah di nyatok” ini misalnya.

“apakah sayyid mendengar bunyi jangkrik”
tanya seorang membelakangi.
sayyid sengaja tak mendengar
sebab perjalanan penggembalaan lebih mulia dari jawaban

Catatan ini hanya sekilas pengantar, lebih sebagai alasan (memilih) bukan ulasan. Sebab kami tidak ingin membatasi berbagai kemungkinan untuk menikmati puisi-puisi Mohamad Baihaqi Alkawy.

Baca juga:
Nul
Ulasan Cerpen “Nul” karya Dadang Ari Murtono

Perkara puisi naratif yang dipilih pada edisi ini pun bukan standar baku redaksi. Kami terbuka dengan berbagai bentuk dan gaya penulisan puisi.

Selamat membaca, teman-teman.[]

Media untuk Berbagi Kajian dan Apresiasi.

KOMENTAR
You don't have permission to register