Fb. In. Tw.

“The Fault in Our Stars”, Bersikap Wajar Menghadapi Kematian

so much depends
upon

a red wheel
barrow

glazed with rain
water

beside the white
chickens.

(The Red Wheelbarrow, William Carlos Williams, 1883 – 1963)

Puisi ini muncul saat Augustus (diperankan oleh Ansel Elgort) meminta Hazel (Shailene Woodley) untuk bercerita atau berpuisi saat dirinya terbaring dalam ambulans menuju rumah sakit. Lalu, Hazel pun menyahut bahwa dirinya tahu sebuah puisi, dan meluncurlah puisi tersebut dari mulutnya.

Ketika Augustus bertanya apakah Hazel sudah selesai dengan puisinya, Hazel menjawab belum. Hazel melanjutkan berpuisi, rupanya dia berimprovisasi.

Melalui improvisasi tersebut, saya jadi mengerti maksud dari puisi pendek tersebut. Rupanya John Green membantu pembaca untuk mengerti puisi tersebut sekaligus untuk memperkuat rasa dalam novelnya.

Tentu saja saya belum membaca novelnya, The Fault in Our Stars. Saya tahu itu bersumber dari sebuah novel setelah melihat credit title film yang berjudul sama dengan novelnya.

Kesan pertama ketika menonton film ini adalah, “Haleluya, puji Tuhan. Akhirnya saya terbebas dari belenggu A Walk to Remember selama lebih dari satu dekade.”

Ya, film yang disutradarai oleh Josh Boone ini bercerita tentang kisah cinta dua remaja penderita kanker dan dokter sudah memprediksi kematian mereka.

Menurut saya film ini tidak sentimental seperti pendahulunya, A Walk to Remember, atau liar seperti Now is Good, di mana Dakota Fanning bermain seperti biasanya, brilian.

Hal itu terjadi karena fokus film ini bukan untuk mengocok emosi atau memprovokasi penonton. Tetapi, untuk merenungkan kembali bagaimana sikap kita saat menghadapi kematian terutama ketika kematian sudah masuk melalui pintu yang sudah terbuka.

Kembali ke puisi William Carlos Williams yang keluar dari mulut Hazel dalam film The Fault in Our Stars saat mencoba untuk menghibur kekasihnya. Ketika menyaksikan adegan tersebut, saya menjadi sadar bahwa kita, sebagai manusia, tidak bisa bersandar penuh kepada siapapun—termasuk kepada orang yang terdekat dengan kita, karena yang dijadikan sandaran oleh kita pun memiliki keterbatasan.

Melalui film ini, kita diajak untuk bersikap wajar ketika berhadapan dengan orang yang memiliki kesulitan (penyakit atau musibah). Dan tidak hanya sampai di situ, film ini juga mengajak kita untuk bersikap wajar ketika kesulitan menimpa kita, karena itu merupakan bagian dari hidup seorang manusia.

Demikian pendapat saya mengenai film The Fault in Our Stars, yang mengusung tema sama seperti A Walk to Remember dan Now is Good, namun memiliki kelebihan karena telah melepaskan bayangan sentimental Jamie dan Landon sekaligus melucuti keliaran Tessa dan Adam dalam diri saya.

Sebagai penutup, saya sarankan untuk menonton ketiga film tersebut atau cari dan baca ketiga novel yang merupakan sebab-musabab film-film tersebut hadir dan menjadi buah bibir.[]

Sumber foto: Youtube.com

Post tags:

Pernah mengajar Bahasa Indonesia di Universitas Mae Fah Luang, Chiang Rai, Thailand. Saat ini dia sedang merintis sebuah ruang baca, seni, dan budaya bernama Rumah Baca Manyar di kampung Seuseupan, desa Sindangsari, Ciranjang-Cianjur.

KOMENTAR
Comments
  • Zulfa Nasrulloh

    Ketika saya ngajar anak SMP di Darul Hikam dan bertanya tentang novel paling favorit dan berkesan buat mereka, banyak banget yang menjawab Novel The Fault in Our Stars. Waktu itu saya kaget, novel macam apa sih? dan dari resensi ini kayaknya aku harus nonton dan baca. thank bang

    11 Oktober 2014

Sorry, the comment form is closed at this time.

You don't have permission to register