
Semangat Organik dalam Kepungan Pestisida
Puluhan pohon kangkung itu ditanam di dalam gelas air mineral bekas. Gelas air mineral itu disimpan dalam beberapa jejer paralon berwarna kelabu. Tingginya beragam. Pohon paling rendah mencapai lima senti meter dan paling tinggi sekitar sepuluh senti meter. Jejeran paralon tersebut berada dalam sebuah bangunan seukuran pos ronda yang semua dindingnya dilapisi oleh plastik berwarna putih.
Ya, bangunan tersebut adalah laboratorium pertanian organik milik Institut Gunung Wayang (IGW). Sebuah organisasi yang mengembangkan pertanian organik di Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, Kabupaten Bandung. Kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Garut, sekaligus juga merupakan kawasan strategis Provinsi Jawa Barat dan hulu Sungai Citarum.
Uus Kusmana (35), atau biasa dipanggil Uus, paham betul bagaimana kondisi alam, faktor penyebab dan dampak kerusakan alam Kertasari. Praktik pertanian haus lahan menyebabkan masyarakat membuka lahan perkebunan semusim tanpa terkendali. Pada praktiknya, perluasan lahan pertanian tersebut tidak berdampak signifikan terhadap kehidupan petani. Modal pertanian yang besar dengan ketidakpastian harga produk pertanian menyebabkan banyak petani kecil terpaksa terjerat dalam lingkar utang-piutang kepada bandar pertanian dan petani besar. Akibatnya, ketimpangan kepemilikan lahan dan kemiskinan yang melanda masyarakat Kertasari menjadi permanen.
Selain kemiskinan, kerusakan sumber daya alam menjadi dampak lain akibat pembukaan lahan yang tidak terkendali. Banjir lumpur, berkurangnya debit air, longsor menjadi pemandangan yang lumrah terjadi di Kertasari beberapa tahun ini. Begitu ungkap Uus dalam salah satu perbincangan.
Namun, hal tersebut hanya salah satu latar belakang penting kemunculan gerakan pertanian organik yang diusung oleh Uus bersama kawan-kawanya di IGW. Ada hal lain yang juga mendorong lahirnya gerakan pertanian organik.
Hal tersebut adalah penggunaan pestisida dalam skala besar yang tidak terkendali. Di atas kertas, penggunaan pupuk pestisida dalam skala besar dan tidak terkendali berdampak terhadap penurunan kualitas tanah, kualitas produk pertanian, serta masyarakat petani yang berada di lingkungan sekitar.
Dari beberapa referensi diketahui bahwa penggunaan pestisida dalam jangka panjang akan menyebabkan unsur hara dalam tanah hilang sama sekali. Hal ini menyebabkan tanah menjadi kurang produktif dan akhirnya menjadi tanah yang tidak bisa ditanami.
Bagi Uus, dampak penggunaan pestisida terhadap produk pertanian memang penting, tetapi dampak penggunaan pestisida bagi manusia jauh lebih penting. Pada pelaksanaannya, hal ini menjadi sumber kegelisahan yang utama bagi Uus.
Dari hasil penelitian mengenai dampak penggunaan pestisida, diketahui bahwa apabila zat tersebut dihirup oleh manusia dewasa akan berdampak terhadap penurunan daya ingat permanen dalam jangka panjang. Sedangkan jika zat-zat kimia tersebut dihirup oleh anak-anak, maka besar kemungkinan akan berdampak lebih parah. Dalan jangka panjang, zat-zat kimia pestisida tersebut akan menyebabkan anak-anak Kertasari menjadi generasi dengan daya ingat yang lemah. Ke depan jika penggunaan pestisida ini terus digunakan dalam skala besar serta tidak terkendali, maka akan menjadi penyebab utama lahirnya generasi Kertasari yang daya ingatnya lemah secara permanen.
Kegelisahan Uus semakin kuat tatkala melihat pola perkampungan dan pertanian yang ada di Kecamatan Kertasari. Posisi lahan perkebunan—yang umumnya berada di atas pemukiman—menyebabkan zat-zat pestisida berpeluang besar terbawa terbang ke pemukiman penduduk, serta air yang mengalir dan digunakan untuk keperluan keluarga akan tercemar oleh pestisida.
Kegelisahan seperti itu mendorong Uus untuk berpikir keras. Mengembangkan pertanian organik merupakan salah satu ikhtiar dalam menjawab kegelisahan tersebut.
Usia laboratorium organik ini belum seumur jagung. Namun, usaha untuk mengembangkan pupuk organik dan menyebarluaskannya sudah gencar. Agar tidak hanya dianggap sekedar omong kosong, Uus bersama kawan-kawannya membuat sebuah kebun percontohan. Setelah berhasil di kebun percontohan tersebut, Uus mengujicobakan pupuk organiknya tersebut ke kebun milik orang lain di Desa Tarumajaya.
Selain mengandalkan perkawanan dan kekerabatan dalam menyebarluaskan gerakan pertanian organik, Uus juga mengandalkan jaringan organisasi yang dia ikuti, seperti Gerakan Pemuda Ansor Nahdatul Ulama (GPANU). Bersama GPANU, Uus menyebarluaskan penggunaan pupuk organik ke kalangan Nahdiyin.
Namun tentu saja, menawarkan sebuah hal baru kepada masyarakat bukan hal gampang. Menawarkan dan mengembangkan pertanian organik di tengah budaya penggunaan pestisida yang sudah turun temurun, ibarat membalikan daun pintu yang tebal dan berat.
Tantangan muncul terutama dari para petani yang terbiasa menggunakan pestisida. Juga, tentu saja para pedagang pupuk kimia yang sudah terlebih dahulu memperkenalkan produk mereka kepada masyarakat. Penolakan, pengabaian, sindiran, cibiran dari masyarakat menjadi hal yang biasa diterima oleh Uus. Namun, hal itu bukan halangan yang berarti agar tetap konsisten mengembangkan pertanian organik.
Masa depan anak-anak dan masyarakat Kertasari yang terbebas dari pestisida, pertanian dengan penggunaan lahan yang efektif, menjadi pendorong utama mengembangkan pertanian organik.
Di tengah kepungan pestisida, semangat organik tersebut seperti pekerjaan menemukan mata air jernih yang mampu membawa kehidupan masyarakat Kertasari menjadi lebih baik, lebih sehat, dan tentu saja lebih cerdas. Sungguh semangat yang layak untuk ditiru oleh siapapun. Anda tertarik dengan semangat itu? Saya merasa tertarik.[]
Foto: Aang Kusmawan
Sorry, the comment form is closed at this time.
Uus Kusmana
Terimakasih bung Aang