Fb. In. Tw.

Jalan Cipaganti dan Cerita Horor

Cipaganti. Demikianlah nama ruas jalan di kota Bandung yang memanjang lurus dari jalan dr. Abdul Rivai di selatan hingga jalan dr. Setiabudi di utara. Jalan Cipaganti merupakan jalan yang cukup populer. Bahkan saking populernya, jalan Cipaganti tidak hanya dikenal oleh urang Bandung saja. Orang-orang dari luar Bandung, demikian juga dari luar negeri, tak sedikit yang mengenal jalan ini.

Tak terlalu sulit menemukan alasan mengapa jalan Cipaganti demikian terkenal dan mengesankan. Deretan pohon mahoni dan rumah-rumah peninggalan Belanda berderetan di kanan-kiri jalan ini. Suasana demikian merupakan kekhasan suasana jalan Cipaganti yang tak tersaingi jalan lainnya di kota Bandung.

Selain itu, keberadaan Masjid Cipaganti yang monumental menjadikan jalan ini tak lepas dari nilai historis. Ya, Masjid Cipaganti merupakan satu-satunya mesjid yang dibangun oleh maestro C. F. Wolf Schoemaker dengan menggabungkan sentuhan gaya arsitektur Eropa, Arab, dan Sunda. Masjid Cipaganti semakin unik karena merupakan mesjid pertama yang berada di kawasan pemukiman bangsa Eropa.

Nilai historis jalan Cipaganti terkandung pula dalam namanya. Tedi Permadi dalam tulisannya mengenai Toponimi Jalan Raya Di Kota Bandung menyebut bahwa Paganti berarti pengganti. Hal demikian berkaitan dengan rencana pemerintah kolonial memindahkan pusat pemerintahan dari Dayeuh Kolot di selatan ke salah satu tempat di utara. Cipaganti memang diproyeksikan menjadi pusat pemerintahan itu, namun hal tersebut tak pernah terwujud. Jalan Cipaganti kini diberi nama baru: Jalan R. A. A. Wiranatakusumah. Beliaulah bupati pertama Bandung pasca pusat pemerintahan berpindah ke sisi barat Cikapundung.

Mereka yang pernah melewati jalan Cipaganti malam hari tak jarang merasakan suasana keueung (seram). Memang tak dapat dipungkiri bahwa Cipaganti juga identik dengan cerita horor. Kawasan ini selalu ada dalam berbagai berita dan liputan mengenai tempat-tempat paling seram di Bandung. Cerita hantu paling ngetren di kawasan ini adalah sosok pendekar tanpa kepala yang kerap menampakkan diri di sekitaran Kantor Pos dekat pom bensin Cipaganti.

Dalam sebuah obrolan warung kopi, saya pun mendengar bahwa tepat di depan Kantor Pos itu pula mereka yang dianugerahi indra keenam dapat melihat bahwa suasana jalan sebetulnya seramai pasar malam, tidak sepi sebagaimana penglihatan mata orang biasa. Saya, tentu percaya tak percaya dengan cerita-cerita itu. Namun secara pribadi, saya pun punya cerita horor tersendiri yang benar-benar pernah saya alami di jalan ini.

Alkisah, suatu malam Smash 110 CC saya tiba-tiba berhenti tak jauh dari flyover yang melintas di ruas selatan jalan Cipaganti. Melihat jalan Cipaganti yang tiba-tiba terasa mencekam, saya pun segera memeriksa tangki bensin. Ya Tuhan, bensin habis!

Lantaran tak ada opsi lain, mendorong motor pun saya pikir tidak akan begitu melelahkan. Kenyataan memang berbeda dengan angan-angan. Kontur jalan Cipaganti yang tampak lurus tersebut sebetulnya menanjak. Dan uniknya, tanjakan itu hanya dapat benar-benar diketahui dan dirasakan bila melakukan dua hal: pertama, mengayuh sepeda; kedua, mendorong motor. Syukur, akhirnya saya mengalami dua hal tersebut.

Mendorong motor malam-malam, melewati deretan pohon mahoni dan rumah-rumah tua, ditambah minimnya penerangan lampu jalan, memang menjadi pengalaman horor tersendiri. Pengalaman demikian akan terasa lebih menyiksa jika tak satu pun pengendara yang lewat menawarkan bantuan. Cipaganti merupakan jalur padat, sekalinya lengang, pengendara kendaraan bermotor akan memacu kendaraan mereka cepat-cepat.

Saya beruntung. Tak lama setelah melafalkan doa dari salah satu larik puisi Cecep Syamsul Hari—berbelas kasihlah pada penyair—seorang pengendara motor menawarkan bantuan nyetep: mendorong motor dengan motor. Teknisnya, sang pendorong menempel dan menekankan sebelah kakinya pada step motor dorongan. Tak sampai 5 menit, setelah sebelumnya mendorong selama 20 menitan, saya pun sampai di pom bensin. Alhamdulillah!

Sebelum mengalami kejadian di atas, tiap kali melewati Cipaganti, tak jarang saya melihat satu-dua pengendara motor mendorong motornya karena ban bocor atau kehabisan bensin. Saat melihat peristiwa semacam itulah saya sering bergumam: Kasihan. Sungguh kasihan mendorong motor sepanjang tanjakan yang tak kelihatan!

Saat saya mendorong motor sendiri, saya tahu bahwa Cipaganti memang banyak mengandung cerita horor. Selain Kantor Pos dan pom bensin, ronggeng monyet lapar, jalanan gelap dan sepi, ban bocor, razia polisi, hingga dugaan korupsi yang berujung pada disegelnya salah satu perusahaan travel ternama di Cipaganti saya kira merupakan horor lain yang terus tumbuh di sepanjang jalan ini.

Melewati Cipaganti, saya pun jadi mengerti bahwa hakikat cerita horor bukanlah menakuti. Horor adalah nasihat untuk senantiasa bertindak hati-hati.[]

Sumber foto: bandungsae.com

Post tags:

Reporter buruan.co. Menulis puisi dan esai. Kumpulan puisi pertamanya "Kartu Pos dari Banda Neira" (Penerbit Gambang, 2017).

KOMENTAR
Comments
  • DNR

    Brow, selama kau mendorong motor, tanpa kau sadari sesuatu sedang duduk menyamping di jok belakan. PERCAYALAH!!!

    satu Vespa sejuta Saudara

    5 Maret 2015
  • Moeslim

    padahal pom bensin yg paling deket di wastu kencana. kl pom bensin cipaganti mah jauh, nya nanjak ongkoh…

    1 Maret 2015
    • mau ke wastukencana tetep harus nanjak dulu trus putar balik..

      3 Maret 2015

Sorry, the comment form is closed at this time.

You don't have permission to register