Fb. In. Tw.

Penutupan FDBS Ke-16

Tepi iraha ogé, drama basa sunda moal leungit, moal lungsur, lamun masih aya kénéh urang salaku urang Sunda. (Sampai kapanpun, drama berbahasa Sunda tidak akan hilang dan redup, jika masih ada kita sebagai orang Sunda),” ujar UU Rukmana, selaku Pembina Kebudayaan di Jawa Barat, saat menutup gelaran Festival Drama Basa Sunda (FDBS) Ke-16 di Gedung Kesenian Rumentang Siang, Bandung (28/3/).

Dihadiri oleh 61 grup patandang (peserta) dari berbagai daerah di Jawa Barat, serta masyarakat yang peduli pada kesenian Sunda, gelaran  selama 19 hari itu ditutup dengan pementasan Tukang Asahan dari Teater Sunda Kiwari karya Wahyu Wibisana dengan Sutradara Dadi P. Danusubrata.

Kisah dalam Tukang Asahan berbicara tentang motif-motif problema sosial yang bisa diselesaikan hanya dengan sekedar batu asahan. Disajikan melalui pencampuran gaya longser, gending karesemen, sandiwara, dan teater modern pertunjukan tersebut berhasil menghibur penonton.

Setelah pementasan Tukang Asahan, para pinunjul FDBS Ke-16 kemudian diumumkan. Sebelum para pinunjul (pemenang) diumumkan, dewan juri yang terdiri dari Yusef Muldiana, Yayat Haka, dan Ageung, menyampaikan pertanggungjawaban dalam penilaian dan penentuan pinunjul (pemenang).

Secara umum Yusef menyampaikan, “Hampir 70% patandang tidak memahami naskah secara substansif. Semisal interpretasi kepada naskah dan pengucapan kata di dalam bahasa sunda, masih banyak petandang yang salah kaprah.”

Sebab gelaran FDBS kali ini kategori pelajar, maka Yusef juga menyampaikan aspek penilaiannya yang menitikberatkan pada aktor, terlepas dari penatanya siapa. Performansi siswa, menjadi utama dalam penilaian ketiga juri.

Menyinggung dari segi interpretasi naskah, menurut Yusef, “Kecenderungan salah tafsir dari patandang. Naskah Sémah yang realis banyak dimainkan dengan tidak memerhatikan logika ruang dan logika pementasan. Naskah Antéh yang imajinatif justru masih menggunakan logika-logika yang normal. Pada naskah Kaféréhé yang mengandung suspend banyak yang membocorkan suspend hingga cerita kurang menarik. Interpretasi karakter banyak salah tafsir pada naskah Nyi Bagendit, Kere Ulah Balé dan Kalangsu. Karakter, artistik, dan musik, seolah tidak lahir dari pembacaan naskah yang baik.”

Dalam menilai artistik, Yayat Haka pun menyampaikan keresahannya, “Efektifitas latar menjadi penting dalam pementasan. Bagaimana teks menjadi landasan pembangunan ruang. Hingga dapat disimpulkan, penjurian FDBS ke-16 ini menitikberatkan pada keseuaian pementasan dengan naskah. Naskah yang mengalami pendalaman oleh aktor, artistik, musik, dan bangun penyutradaraan. “

Di akhir acara, para pinunjul akhirnya diumumkan. Aktor terbaik diberikan pada Agi Gumelar Lugina (Saung Sastra Lembang SMAN 1 Lembang), aktris terbaik diberikan pada Nova Permatasari (Sanggar Sastra Banyu Bening SMAN 1 Mangunjaya, Pangandaran). Sanggar Sastra Banyu Bening juga menyabet penata artistik terbaik, sementara penata musik dimenangkan oleh teater Tasbe B SMAN 1 Baleendah.

Tampil sebagai pinunjul  satu adalah Sanggar Sastra Banyu Bening SMAN 1 Mangunjaya, Pangandaran, dengan naskah Anteh yang disutradarai oleh Wit Jabo WD, sekaligus menyabet gelar sutradara terbaik. Pinunjul dua dimenangkan oleh Saung Sastra Lembang SMAN 1 Lembang, sutradara Rangga Rahadian Diaguna. Dan, pinunjul tiga diberikan kepada Teater Tasbe B SMAN 1 Baleendah, sutradara Firman Fauzi.

FDBS ke-16 yang diselenggarakan oleh Teater Sunda Kiwari ini merupakan ajang kreativitas dengan misi yang mulia, yaitu untuk menyelamatkan bahasa Sunda dari kepunahan penuturnya. Pelajar yang penuh eksplorasi di setiap pementasannya tentu patut diacungi jempol dan mendapatkan evaluasi menyeluruh.

Khusus untuk FDBS kategori pelajar ini, ke depannya diharapkan patandang mendapatkan workshop teater, agar keikutsertaan mereka menjadi lebih bernilai dan tidak sia-sia. Tentu saja ini berhubungan dengan anggaran. Sebuah tantangan bagi para inohong untuk mendukung pelestarian budaya dan bahasa Sunda secara nyata.[]

KOMENTAR
Post tags:

Zulfa Nasrulloh, pegiat dan pemerhati sastra dan seni pertunjukan. Mendirikan media alternatif Majalaya ID. Masih lajang.

You don't have permission to register