
Pengakuan Faisal Oddang, Pemenang Cerpen Pilihan Kompas 2014
Sungguh menyenangkan hati dapat bertemu dengan Faisal Oddang, tepat dua hari setelah ia diumumkan sebagai pemenang Cerpen Pilihan Kompas 2014. Sepulang dari Bentara Budaya Jakarta (10-11/6/2015), Faisal berangkat menuju Bandung untuk menemui seorang teman yang akan mengeditori sekaligus menerbitkan novel terbarunya. Juga Faisal ingin bertemu dengan teman-teman ASAS UPI untuk berdiskusi santai dan melepas penat di Kota Kembang.
Sesampainya di Bandung, saya jemput Faisal di Simpang Dago, dan langsung saja saya culik dia ke Jalan Sukarajin untuk wawancara ekslusif di markas Buruan.co. Cerpenis muda berjaya, yang katanya sering baca Buruan.co ini, tampak malu-malu tapi bernafsu menjawab pertanyaan-pertanyaan saya malam itu (12/6/2015).
Saya
Karena pembaca Buruan.co banyak jenisnya, maka pertanyaanku bakal dua versi ni, ada versi santai dan versi agak serius. Siap?
Faisal
Hahaha, oke-oke.
Saya
Yang jadi hits di media hari ini sekarang, pemenang cerpen terbaik Kompas 2015 adalah anak muda yang masih kuliah dan ini yang pertama, bagaimana tanggapanmu tentang hal ini?
Faisal
Jujur, sampai sekarang aku belum percaya. Aku masih belajar dalam menulis dan penghargaan ini sangat mengejutkan.
Saya
Aku jadi penasaran, bagaimana kondisi Bentara Budaya Jakarta malam itu. Pasti beberapa orang yang sudah tahu kamu bakal menang, bertanya-tanya mana yang namanya Faisal Oddang. Kamu melihat keanehan atau keganjilan tidak di acara itu?
Faisal
Nah, itu! Ada. Aku kan termasuk penulis baru dan memilih duduk di bangku belakang saja, di tempat tersembunyi yang tidak dilihat orang. Tapi tiba-tiba Bli Can (Putu Fajar Arcana, red) menghampiriku dan bilang kalau aku harus duduk di depan. Nah, aku curiga, ada apa ni? Haha.
Saya
Haha, sudah kuduga, Sal. Terus saat kamu menerima penghargaan, apa yang terjadi? Coba ceritakan.
Faisal
Ya, begitu. Awalnya nominator diumumkan dan diminta naik ke atas panggung, terus para penulis yang saya kagumi semua naik ke atas panggung. Aku berdiri di samping Pak Budi Darma. Tidak kepikiran apa-apa sampai namaku disebut dan bingung harus bicara apa.
Saya
Apa yang kamu sampaikan saat menerima penghargaan?
Faisal
Sedikit, hanya tiga hal. Pertama, aku bilang ini cerpen pertamaku yang dimuat di Kompas. Kedua, ini kali pertamaku berdiri di antara orang-orang hebat dan yang terakhir aku bilang saya tidak ingin banyak bicara, karena itu tugas karya saya. Setelah itu saya salam. Sedikit kan? Haha.
Saya
Memang baiknya begitu, Sal. Biar orang-orang penasaran. Haha. Oke, sekarang pertanyaannya agak serius. Apa sebenarnya yang ditawarkan Faisal Oddang untuk cerpen Indonesia?
Faisal
Waduh, ini pertanyaan yang rumit dan besar.
Saya
Haha. Baik kita sederhanakan, apa yang kamu bawa dalam cerpen-cerpenmu?
Faisal
Ya, aku sebenarnya mencoba menampilkan wajah lain Sulawesi Selatan. Orang tahunya tentang budaya Toraja yang umum saja. Tapi aku menawarkan cerita lain. Seperti di dalam cerpen “Di Tubuh Tarra, dalam Rahim Pohon”, orang hanya tahu Passiliran sebagai budaya Toraja dan objek wisata. Padahal ada eksploitasi dan pencurian mayat bayi di sana.
Saya
Apakah itu upayamu untuk menanggapi persoalan-persoalan universal dari sudut pandang yang lokal, dalam hal ini Sulawesi Selatan?
Faisal
Bisa dibilang begitu. Seperti cerpenku yang terpilih di Asean Young Writer Award 2014 berjudul “Jangan Tanyakan tentang Mereka yang Memotong Lidahku”. Aku mencoba menceritakan kasus 1965, tentang komunisme yang menjadi alasan dibasminya pendeta Bugis yang memiliki kepercayaan tradisional Bugis. Karena mereka memiliki kepercayaan lain tentang Tuhan, komunisme menjadi alat pembasmian mereka.
Saya
Saya jadi melihat kamu mencoba berpendapat tentang berbagai isu yang dipahami bersama, tapi melalui khazanah peristiwa di Sulawesi Selatan.
Faisal
Ya, cerita universal selalu penting dalam cerita untuk menjadi pintu masuk semua pembaca pada cerita kita.
Saya
Menarik sekali. Lalu tentang bahasa yang kamu gunakan, apakah kamu juga menggunakan dialek lokal?
Faisal
Di dalam cerpen Kompas ini, aku menggunakan bahasa yang lebih universal. Tapi di cerpen-cerpenku yang lain, dialek lokal selalu kugunakan. Bagiku hal itu penting untuk membangun karakter cerita.
Saya
Aku jadi penasaran, siapa penulis idolamu, Sal?
Faisal
Idola, hmm. kalau Indonesia aku suka YB. Mangunwijaya. Novelnya Burung-Burung Manyar aku suka. Terus kalau yang mudanya aku suka Eka Kurniawan. Kalau penulis luar aku suka Arundhaty Roi dari India, gaya tutur berceritanya dalam The God of Small Thing banyak mempengaruhi gaya tutur berceritaku. Sebetulnya aku lebih banyak baca karya luar, seperti Julio Cortazar dan Kafka.
Saya
Kalau tentang puisi bagaimana?
Faisal
Puisi penting sekali bagiku. Aku menulis puisi di Makassar, dan di sana orang-orang lebih dulu mengenalku sebagai penulis puisi. Dari puisi aku menemukan gaya tutur yang menarik untuk cerpenku. Aku suka Sapardi Djoko Damono dan Dorothy Parker, ungkapan-ungkapan mereka tidak berbelit-belit tapi puitis.
Saya
Oke, wawancara ini ditutup oleh pertanyaan paling penting, kau sudah punya pacar?
Faisal
Haha. Belum.
Kami pun berfoto ria sebagai bukti persahabatan dan silaturahmi akan terus berlanjut. Lalu, saya berencana mencarikan Faisal jodoh di Bandung. Dan, Faisal sepakat akan rencana itu. Akhirnya, Sabtu (13/6/2015) kami akan berangkat ke markas ASAS UPI Bandung untuk melakukan diskusi santai dan misi kebudayaan, yakni mencari jodoh.[]