Fb. In. Tw.

Jebakan Komedi Andy Kaufman

Catatan tentang Andy Kaufman setelah menonton film Man on the Moon (1999)

Jilid DVD "Man on The Moon" (foto: imdb.com)

Jilid DVD “Man on The Moon” (foto: imdb.com)

Bagaimana memaknai hidup?

Ratusan orang melalui berbagai profesi mencoba menjawab pertanyaan itu. Dokter barangkali menawarkan obat dan saran hidup sehat, pengacara siapa membela persidangan dan menawarkan kebebasan, ustadz menganjurkan agama dan ibadah. Dan, mungkin seorang komedian pun tak jauh-jauh, ia menyuguhkan komedi untuk mengajak orang-orang memaknai kehidupan.

Begitulah tawaran ide besar film Man on the Moon (1999) yang disutradarai Milos Forman. Film tersebut dibintangi Jim Carrey. Bagi saya, karakter Jim Carrey dalam beberapa filmnya sulit terlepas dari karakter Andy Kaufman. Saya kira hal ini menjadi suatu kewajaran bagi puncak keaktoran seseorang.

Tidak heran, Andy Kaufman memang seorang komedian yang brillian dan patut ditiru. Ia bersinar pada tahun 1970-1980an. Dikenal sebagai komedian pengacau dunia entertainment saat itu. Kariernya berawal dari peran Latka pada situasi komedi (sitkom) Taxi (1978-1983), sutradara Bob James.

Dalam sitkom itu ia rela memainkan suatu genre komedi yang paling ia benci untuk memikat publik. Hingga akhirnya Kaufman menawarkan konsep komedi yang lain pada penggemarnya. Pada acara Saturday Night Live ia pernah membacakan novel The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald hingga tamat. Penonton pun tertidur semua.

Kaufman pernah pula  meminta editor TV untuk mengulang-ngulang satu adegan programnya agar penonton di rumah menganggap TV mereka rusak. Kegilaannya tidak berhenti di situ, ia menghina perempuan dengan menantang mereka untuk bergulat.

Bergulat dengan perempuan? Ya, semua kelakuan di puncak kariernya memang sangat menyebalkan.

Teman-teman dapat membayangkan bagaimana marahnya ratusan perempuan melihat pelecehan terjadi di hadapannya. Tentu banyak sekali yang mencacinya banci. Sampai akhirnya si gila Kaufman menantang seorang pegulat profesional bernama Jerry “The King” Lawler, raja gulat waktu itu, di Memphis Arena.

Kaufman menderita patah leher saat pertandingan tersebut. Tapi bukan Andy Kaufman jika tidak menyebalkan. Pada acara talk show yang didesain untuknya agar ia meminta maaf kepada Lawler, ia malah menyemprot Lawler dengan secangkir kopi.

  Andy Kaufman saat dirundingkan dengan The King Lawler. (Foto: andykaufman.jvlnet.com)


Andy Kaufman saat dirundingkan dengan The King Lawler. (Foto: andykaufman.jvlnet.com)

Kaufman benar-benar mempermainkan kepala penonton dengan pertunjukannya. Ia menciptakan rumor-rumor aneh. Salah satunya yang paling terkenal adalah penciptaan artis Tony Clifton yang tak lain adalah dirinya sendiri. Lantas menampilkan dirinya dan Tony Clifton di dalam satu panggung, membuat seolah-olah ia bukanlah Tony Clifton.

Padahal, Tony Clifton itu sebenarnya adalah dirinya sendiri. Semua itu dilakukan untuk menghancurkan kepongahan penonton dan dunia entertainment yang selalu mempermainkan dan memanfaatkan totalitas seorang aktor.

Jika saya menjadi salah seorang penonton Kaufman waktu itu, maka saya pun sepakat dengan yang ia lakukan. Kenapa selalu ada jarak pemisah antara pertunjukan dan lingkungan di sampingnya. Kenapa tidak menganggap yang terjadi di samping kita adalah improvisasi seseorang.

Maka, ketika menanggapinya diperlukan improvisasi juga. Seperti sebuah pertunjukan, seorang aktor yang berimprovisasi harus ditanggapi oleh improvisasi lawan mainnya. Kenapa harus selalu terjebak naskah, sementara kita tahu, naskah itu ciptaan seseorang, dan terkadang dipesan seseorang.

Terjebak Komedi Kaufman

Kaufman yang dibintangi oleh Jim Carrey pada film berdurasi 2 jam itu berhasil membawa saya pada titik jenuh kehidupan. Bagaimana sebuah komedi yang membuat kita tertawa tanpa cela menjadi menjemukan? Ya, begitulah hidup, betapa masalah itu diciptakan dan menjebak kita di dalamnya.

Kaufman menciptakan pembocoran pada beberapa pertunjukannya. Hal itu ia namakan improvisasi. Lantas kengerian dari film ini terjadi ketika Kaufman menyatakan dirinya kepada publik bahwa ia menderita penyakit kanker paru-paru.

Andy Kaufman (kiri) dan Jim Carrey (kanan). (Foto: taringa.net)

Andy Kaufman (kiri) dan Jim Carrey (kanan). (Foto: taringa.net)

Teman-teman tahu apa yang terjadi kemudian? Publik menyangkanya sedang melakukan improvisasi.

Dari sana Kaufman mendapatkan penyadaran dari sistem yang ia buat. Sistem komedi yang diciptakan, bukan hanya menjebak orang-orang dengan berbagai cara. Seperti ketika Kaufman mengacaukan suatu pementasan dan berkelahi dengan sutradaranya di atas panggung, para penonton dibuat kaget dengan kejadian itu, lalu tiba-tiba Kaufman berkata pada penonton kalau semuanya hanya akting. Sistem itu berhasil mengagetkan penonton.

Hebatnya, drama bohong yang dipesan produser itu ia hancurkan kembali. Saat produser meminta Kaufman memberitakan pada penonton di rumah bahwa perkelahian di studio itu adalah kebohongan yang direncanakan, Kaufman malah berkata, “Penonton, saya diminta produser untuk memberitahu kalian kalau tadi hanyalah bagian dari pertunjukan. Tapi saya katakan, kalau yang terjadi tadi memang benar-benar nyata!”

Tidak ada yang bisa mengendalikan ide liarnya. Tapi hukum di dunia entertainment selalu serupa, publik memiliki kuasa. Publik yang telah dikonstruksi oleh aliran seni Kaufman akhirnya memiliki suatu pandangan bahwa segala hal tentang Kaufman adalah improvisasi.Hingga segala kisah hidupnya, baik dan buruk tidak menjadi penting untuk ditanggapi secara serius.

Padahal, ketika ia divonis sakit kanker paru-paru, ia tidak sedang berakting. Tapi apa boleh buat, publik sudah malas menanggapi Kaufman. Kaufman pun pasrah dengan sistem yang menyerang balik dirinya itu.

Ia banyak mendekatkan diri pada hal-hal metafisik. Keyakinan itu membuatnya berobat ke Filipina. Lucunya, di dalam film itu, suatu pengobatan kanker yang magis, yang menjadi satu-satunya jalan yang dipercayai Kaufman untuk sembuh, rupanya hanya tipuan murahan yang membuatnya tertawa miris. Ia mentertawakan hidupnya yang amat parodi.

Hingga ajal memanggilnya di usia 38 tahun, hebatnya, publik masih menganggap kematiannya hanya suatu pertunjukan. Kaufman berhasil memitoskan dirinya menjadi lelaki yang tinggal di bulan.

Bulan? Siapa yang benar-benar percaya bahwa ada orang yang pernah ke sana. Seperti itulah Kaufman membangun hidupnya. Dan orang-orang terjebak pada satu penyadaran sederhana, bahwa masing-masing orang di dunia ini akan memiliki akhir seperti sebuah pertunjukan.

Sementara, barangkali Andy Kaufman yang lebih dulu mengerti, kenapa Tuhan menciptakan maut. Pada bagian itu saya tak kuat menahan tawa, Tuhan memang sutradara yang  Maha Komedi. Haha…

Sumber foto: dailymail.co.uk, imdb.com, andykaufman.jvlnet.com, dan taringa.net

Post tags:

Zulfa Nasrulloh, pegiat dan pemerhati sastra dan seni pertunjukan. Mendirikan media alternatif Majalaya ID. Masih lajang.

KOMENTAR
You don't have permission to register