Fb. In. Tw.

Hidup Itu Sementara, Karya Itu Selamanya

“Pendaki yang sampai ke puncak hanyalah yang tangguh.
Pejuang yang sampai ke kesuksesan, hanyalah yang sabar.
Dan kita diberi pilihan, menjadi manusia yang mudah rapuh oleh tantangan
atau justru menghebat seiring hebatnya rintangan”.

Tak ada yang menyangka, seorang Irfan Ramdhani lewat bukunya Tabah Sampai Akhir (TSA) mampu mengubah image soal sosok yang berkegiatan di alam terbuka. Biasanya, orang-orang yang berkecimpung di olahraga yang ekstrim ini adalah orang-orang yang kuat dalam fisik, tinggi-besar dengan otot biseps yang terlihat menonjol akibat seringnya bawa berat beban.

Namun sosok Irfan Ramdhani jauh dari itu semua. Tingginya standar saja layaknya remaja seusianya, badannya tak kokoh layaknya para petualang seperti iklan rokok di TV, malah kedua kaki Irfan Ramdhani dibantu dengan topangan kruk untuk setiap langkah kakinya. Namun itulah yang membedakan Irfan Ramdhani dengan yang lainnya, sehingga laki-laki yang baru berusia 25 tahun mampu menjadi inspirasi bagi remaja seusianya atau remaja-remaja yang telah beranjak dewasa. Yang dimiliki Irfan Ramdhani adalah mentalnya yang lebih dari kita-kita, semangatnya yang tak kenal kata menyerah dan passion-nya yang jelas meski hidupnya berubah saat peristiwa yang hampir merenggut nyawanya itu.

Karena itulah, Irfan Ramdhani pantas dan layak menjadi inspirasi bagi semua kalangan. Lewat semangat dan mentalnya yang tak kenal menyerah, ia mampu melampaui dan melalui segala rintangan yang ada. Dan lewat buku TSA-nya, Irfan Ramdhani telah membagi semangat itu agar semua bisa berkaca dan membaca hikmah di balik semua peristiwa yang terjadi.

Dari penuturan Irfan Ramdhani yang menjadi salah satu narasumber—dari ke empat nara sumber yaitu Feri Latief (fotografer National Geopraphic), Icak Darmastyo (penulis buku 51), dan Maulana M. Syuhada (tim kreatif 40 days in Europe) yang diselenggarakan oleh Pustaka Tropis Wanadri pada Jumat (30/10/2015) lalu, dengan tema buku, dedikasi dan inspirasi dalam memperingati sumpah pemuda, Irfan Ramdhani menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis.

Moderator Galih Donikara dan nara sumber Feri Latief dan Irfan Ramdhani saat menyampaikan pengalaman perjalanan dalam dunia petualangan dalam bidangnya masing-masing. (Foto: Pustrop Wanadri)

Moderator Galih Donikara dan nara sumber Feri Latief dan Irfan Ramdhani saat menyampaikan pengalaman perjalanan dalam dunia petualangan dalam bidangnya masing-masing. (Foto: Pustrop Wanadri)

Menurut penulis, Irfan Ramdhani telah mampu menerjemahkan bahwa hidup itu hanya sementara sedang karya itu selamanya. Karena hakekatnya, dalam perpaduan alam antara siang dan malam, terkadang alam juga memberi petir sekedar untuk mengingatkan. Bahkan terkadang guntur hadir untuk menyadarkan umat manusia akan keberadaannya yang merupakan bagian dari Sang Pencipta. Lalu angin ribut pun datang, yang kehadirannya datang untuk membersihkan. Itulah konektivitas alam. Agar bumi tak lalai, langit tak hanya memberi ketenangan tapi kadang juga memberi peringatan. Petir, misalnya.

Begitu juga kehidupan seorang anak manusia. Kata Soe Hok Gie, hidup adalah soal keberanian menghadapi tanda tanya! Kita tak pernah tahu, dalam beberapa menit ke depan apakah hidup kita akan menemui terang secerah langit biru, gelap tertutup awan, atau musibah yang tiba-tiba datang bagai petir yang menghentak, atau bisa jadi menghadapi angin ribut yang meluluhlantakkan semuanya.

Tapi apapun persoalannya, masalah hidup justru sebenarnya adalah filter yang membedakan antara manusia yang lemah dan yang kuat, yang cengeng dan yang tegar, yang pantang menyerah dan yang mudah putus asa. Karena apapun bentuknya, masalah memang sengaja dihadirkan oleh Allah Swt guna menyaring siapa yang patut jadi pahlawan dan siapa yang jadi pecundang!

Jiwa itulah mungkin yang ada pada diri Irfan Ramdhani. Dalam buku Tabah Sampai Akhir yang ditulisnya, Irfan Ramdhani mengajarkan semangat dan pantang menyerah yang tak pernah mati. Meski sakit tak tertahankan begitu mencecapnya usai jatuh saat berlatih panjat tebing, Irfan Ramdhani tak mau menyerah begitu saja jalani hari-hari dengan ratapan penyesalan. Semangat dan jiwa mudanya begitu melonjak untuk bisa kembali bangkit.

Hal yang tak bisa dipungkiri lagi adalah dukungan spirit dari kawan-kawan pencinta alamnya. Mental yang terlatih dalam ganasnya rimba serta corps de spirit anak-anak gunung yang sudah terkenal senasib sepenanggungan, turut membangkitkan kondisi Irfan Ramdhani yang tengah terpuruk.

Buku ini sangat bagus untuk dibaca bukan hanya bagi kalangan pencinta alam saja, tapi juga para remaja yang makin tergerus arus modernisasi yang semakin tak jelas. Mungkin masih bisa dihitung dengan jari kalangan generasi muda yang terus maju meski kondisi fisik sudah tak memungkinkan lagi, jika memakai akal sehat. Bagaimana mungkin, seorang pendaki yang kedua kakinya tak berfungsi normal masih aktif berkegiatan di alam terbuka, layaknya orang normal?

Berkaca, pahami dan resapilah apa yang ditulis oleh Irfan Ramdhani dalam bukunya. Irfan Ramdhani mengajarkan pada kita untuk jangan sekali-kali membatasi impian-impian hebat yang kita punya. Selama ini, kita cenderung berpikir dengan segala keterbatasan kita, dengan segala kekurangan dan kelemahan yang ada pada kita saat ini. Pada akhirnya minder, kelemahan dan keterbatasan itu yang membuat kita sulit menggapai apa yang kita cita-citakan.

Padahal impian itu tak harus realistis. Karena yang realistis itu adalah action-nya, planning-nya dan tindakannya. Dan seorang Irfan Ramdhani sudah mampu melewati itu semua. Ia tak membatas-batasi impiannya, terus berjuang hanya untuk sekedar menegakkan kakinya kembali meski harus memakai tongkat, dan yang paling penting Irfan Ramdhani melakukan action sebagai tindak lanjut untuk melepaskan diri dari keterbatasan fisik yang mengungkungnya.

Ini artinya, kita harus menjalani dan menghadapi hidup sesulit apapun. Karena suatu saat nanti, pada saat kita mengingatnya, yakinlah bahwa kita akan tertawa mengingat kesulitan yang pernah kita rasakan.

Dan itulah hidup yang sebenar-benarnya. Karena selalu ada proses seleksi dalam kehidupan. Pendaki yang sampai ke puncak hanyalah pendaki yang tangguh. Pejuang yang sampai ke kesuksesan, hanyalah yang sabar. Dan kita diberi pilihan, menjadi manusia yang mudah rapuh oleh tantangan atau justru makin menghebat seiring hebatnya rintangan, seperti yang dialami Irfan Ramdhani dalam hidupnya. Apapun itu, percayalah, bahwa badai yang terkuat sekalipun pasti akan selalu menyisakan pohon-pohon terkuat.[]

Penggiat dan pemerhati kegiatan alam bebas (pendakian gunung) dan pejalan jauh. Penulis novel "Bara: Surat Terakhir Seorang Pengelana"

KOMENTAR
You don't have permission to register