Fb. In. Tw.

Bob Dylan Dianugerahi Penghargaan Nobel Bidang Susastra

Penyanyi dan penulis lagu Bob Dylan, salah satu musisi yang berpengaruh di dunia dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Bidang Susastra pada Kamis (13/10/2016) ini karena telah “menciptakan ekspresi puitis baru dalam tradisi musik Amerika,” mengutip kata dari Akademi Swedia.

Dia adalah orang Amerika kedua yang mendapatkan penghargaan setelah novelis Toni Morrison tahun 1993. Pengumuman yang diadakan di Stockholm ini merupakan sebuah kejutan: Padahal Dylan, 75, sering disinggung bahwa penghargaan ini tidak tepat baginya, karyanya tidak sesuai dengan aturan susastra yang telah kita kenal seperti novel, puisi, dan cerita pendek.

“Karya Tuan Dylan tetap saja tidak biasa, sebuah keajaiban bagi para hadirin,” tulis Bill Wyman, seorang jurnalis, dalam The New York Times, menanggapi pencalonan Bob Dylan. “Lirik-liriknya sangat elok; perhatian dan subjek yang diangkatnya tak lekang oleh waktu; dan beberapa penyair dari berbagai era melihat karya-karya mereka sangat berpengaruh.”

Sara Danius, sarjana susastra dan sekretaris tetap dari 18 anggota Akademi Swedia yang memberikan penghargaan, menyebut Dylan sebagai “penyair hebat dalam tradisi lisan berbahasa Inggris” dan membandingkannya dengan Homer dan Sappho yang karya-karyanya disampaikan secara lisan. Saat ditanya tentang keputusan dalam memberikan penghargaan kepada musisi yang dapat melebarkan definisi dari susastra, Danius meresponnya dengan bercanda, “The times they are a changing, perhaps,” mengutip salah satu lagu dari Dylan.

Kancah musik Dylan dimulai di New York pada tahun 1961 sebagai seniman dalam pengaruh Woody Guthrie, menyanyikan lagu-lagu protes dengan memainkan gitar akustik di klab dan kafe di Desa Greenwich. Pada awalnya, Dylan terkenal dengan lirik-lirik yang memesona dan penulisan lagu yang tidak biasa, hal ini membuat dia dikenal sebagai seniman dan pengkritik. Tahun 1963, bersama kelompok folk lain yaitu Peter, Paul dan Mary, lagunya, “Blowin’ in The Wind,” menempati posisi kedua pada papan lagu pop dengan dengan refrain ambigu yang memuat surat kitab perjanjian lama.

Dalam beberapa tahun, Dylan membaurkan gagasan dari musik folk dengan lagu-lagu kompleks lain dan akhirnya berpindah ke arah rock ‘n’ roll. Pada 1965, ia bermain dengan band rock elektrik di Newport Folk Festival, menimbulkan kontroversi bagi folk murni yang membuatnya terkenal.

Setelah terjadinya kecelakaan motor pada 1966 depan rumahnya di Woodstick, N.Y., Dylan menarik diri dari masyarakat tetapi tetap intens menulis lagu. Kehadirannya kembali mengejutkan para penggemar dan pengkritik, dan ia menjadi musisi terdepan dalam sejarah musik pop.

Albumnya yang ia keluarkan pada 1975 “Blood on the Tracks” diinterpretasikan sebagai kerusakan hebat dalam sebuah hubungan, empat tahun setelahnya lagu bertema nasrani, “Slow Train Coming” memuat kritik di dalamnya. Kedua album populernya itu diasosiasikan kepada Frank Sinatra.

Semenjak 1988, Dylan mengadakan tur secara terus-menerus, hal ini yang membuatnya untuk menamakan turnya itu sebagai, The Never Ending Tour. Pekan terakhir, ia tampil pada Desert Trip, sebuah festival di Indio, Calif., yang juga menghadirkan band Rolling Stones, Paul McCartney dan beberapa bintang 1960-an lainnya.

Dylan lahir pada 24 Mei tahun 1941, di Duluth, Minn, dan besar di Hibbing. Dia mulai bermain band saat remaja, terpengaruh oleh musisi folk Woody Guthrie, pengarang dari Beat Generation and Modernist Poets.

Dylan, yang bernama asli Robert Allen Zimmerman terkenal sebagai seorang Kristian dari beberapa album relijiusnya, namun dia sebenarnya lahir dari keluarga Yahudi.

Kritik dari Greil Marcus, salah satu sarjana terkemuka yang membahas karya Dylan adalah pengaruh musiknya didapatkan dari sebuah kompilasi yang sangat penting bagi kebangkitan folk di Amerika yaitu Anthology of American Folk Music, karya Harry Simth’s tahun 1952. Dylan pertama mendengar kompilasi itu pada tahun 1959 setelah dia dikeluarkan dari University of Minnesota.

Tahun 1962, Dylan menandatangani kontrak bersama produser rekaman John Hammond untuk album pertamanya, Bob Dylan. Saat itu dia berusia 22 tahun ketika dia tampil pada March on Washington for Jobs and Freedom, menyanyikan “When the Ship Comes In,” bersama Joan Baez, dan “Only a Pawn in Their Game,” sebuah kisah dari pembunuhan aktivis Medgar Evers, sebelum Dr. Martin Luther King Jr. menyampaikan pidatonya “I Have a Dream”.

Tulisan Giles Harvey “As the ’60 wore on,” dalam buku The New York Review tahun 2010, “Dylan menjadi sangat frustrasi saat ia menjadi sosok bagi golongan sayap kiri pada lingkungan folk.” Ia “akhirnya mulai menulis lirik-lirik yang berisi omong kosong, kasar, cabul, keingkaran Amerika pada musik tradisional folk berbaur dengan hal yang tidak rasional berdasarkan tokoh sejarah, susastra, legenda, Alkitab, dan banyak hal lain.”

David Haidu, kritikus musik dari The Nation yang menulis tentang Dylan, mengatakan bahwa penganugerahan Nobel sudah sangat terlambat dan hal ini mungkin berniat untuk menghargai pergerakan musik Amerika secara luas yang juga menaikkan nama Dylan.

“Hal ini merupakan bagian dari tradisi yang mewakili Dylan, jadi penghargaan ini juga sampai untuk Robert Johnsin dan Hank Williams dan Smokey Robinson dan the Beatles,” menurut Tuan Hadju dalam wawancara kamis ini. “Seharusnya dianggap serius sebagai seni sejak dulu.”

Saat penyerahan penghargaan susastra kepada Dylan, panitia Nobel juga menyadari batas antara seni yang bernilai tinggi dan banyak bentuk seni komersial yang sangat tipis.

“Ini adalah susastra tapi ini juga musik, ini adalah performansi, ini adalah seni, ini juga memiliki nilai komersial yang tinggi,” ujar Hajdu. “Kategori lama atas seni yang bernilai tinggi dan rendah, telah hancur sejak dulu, tetapi hal ini membuatnya menjadi resmi.”

Banyak album-album Dylan yang menurut Akademi Swedia memiliki “dampak yang luar biasa bagi musik populer,” termasuk Bringing It All Back Home dan Highway 61 Revisited (1965), Oh Mercy (1989), Time Out of Mind (1997), Love and Theft (2001), dan Modern Times (2006).

“Dylan telah merekam banyak album seputar topik sosial, kondisi manusia, agama, politik, dan cinta,” ujar Akademi Swedia dalam catatan biografis yang menyertai pengumuman itu. “Lirik-liriknya terus-menerus dipublikasikan, dalam garis besar ‘Lirik.’ Sebagai seniman, ia sangat cakap; ia aktif sebagai pelukis, aktor, dan penulis naskah.

Academy menambahkan: “Sedari tahun 1980an, Bob Dylan terus-menerus melakukan tur, dengan nama Never Ending Tour.” Dylan memiliki kedudukan sebagai ikon. Pengaruhnya terhadap musik kontemporer sangat besar, dan ia adalah objek yang kokoh dalam susastra sekunder.

Bersama albumnya, Dylan telah memproduksi karya eksperimental seperti Tarantula, sebuah koleksinya dari prosa puisi tahun 1971, dan Writings and Drawings, sebuah kompilasi pada tahun 1973. Seri pertama dari otobiografinya, Chronicles, diterbitkan tahun 2004, menceritakan tahun-tahun pertamanya di New York, saat dia pindah pada umur 19 tahun.

Banyak penghargaan Dylan termasuk Grammy, Academy, dan Golden Globe awards; ia juga dilantik dalam Rock & Roll Hall of Fame pada tahun 1988 dan mendapatkan penghargaan Presidental Medal of Freedom in 2012. “Sesaat ia berumur 23, suara Bob, dengan beratnya adalah keunikan, meskipun parau, telah mendefinisikan ulang bahwa musik tidak hanya suara yang semestinya, tetapi juga pesan yang dibawa dan bagaimana musik membuat orang tersentuh,” ujar Presiden Obama pada seremoni Gedung Putih. “Hari ini, semua orang dari Bruce Springsteen sampai U2 berutang terimakasih kepada Bob. Bahwa tidak ada raksasa lebih besar dalam sejarah musik Amerika. Setiap tahun-tahun setelah ini, ia masih memburu suara itu, masih mencari setitik kebenaran. Dan saya harus mengatakan bahwa saya adalah penggemar beratnya.”

Penghargaan Nobel disertakan hadiah sebesar 8 juta krona Swedia, atau hampir mencapai $900.000. Penghargaan susastra diberikan untuk seumur hidup menulis daripada hanya sebuah karya.[]

Diterjemahkan dari: The New York Times

Post tags:

Adhimas Prasetyo, penulis dan pembaca. Buku puisi pertamanya berjudul Sepersekian Jaz dan Kota yang Murung (2020).

KOMENTAR
You don't have permission to register