Fb. In. Tw.

Catatan dari Pelatihan Jurnalistik GBSI 2015

Jumat (30/10/15), Himpunan Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) menyelenggarakan Pelatihan Jurnalistik dalam di Auditorium Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra UPI. Pelatihan Jurnalistik tersebut merupakan rangkaian kegiatan Gebyar Bahasa dan Sastra Indonesia (GBSI) 2015. GBSI adalah kegiatan untuk memperingati momentum Bulan Bahasa di bulan Oktober ini.

Pelatihan Jurnalistik tersebut diisi oleh dua pemateri, yaitu Hermawan Aksan (Redaktur Tribun Jabar) dan Yopi Setia Umbara (Pendiri dan Pemimpin Redaksi buruan.co). Kedua pemateri itu dipandu oleh Resna J Nurkirana (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FPBS UPI) sebagai moderator.

Kegiatan ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diisi oleh Hermawan Aksan yang memaparkan tentang jurnalistik dan teknik penulisan berita. Hermawan Aksan memulai pemaparannya dengan menjelaskan terlebih dahulu pengertian jurnalistik.

Menurut kesimpulannya, jurnalistik adalah proses mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarluaskan berita melalui media massa. Setelah itu, dilanjutkan dengan pemaparan ruang lingkup jurnalistik, produk jurnalistik, kode etik jurnalistik, bahasa jurnalistik, dan 10 pedoman PWI. Selain memaparkan tentang jurnalistik, Hermawan juga berbagi teknik untuk menulis berita. Seperti teknik reportase, trik wawancara, menulis berita, dan menulis feature.

Setelah Hermawan selesai memaparkan materinya, banyak pertanyaan yang hadir dari para peserta. Misalnya, Rizki Ayu yang menanyakan sikap wartawan dengan ideologi medianya dan ketidakjelasan infotaiment. Selain itu, Iwan Wahyudin yang menanyakan tentang berita sadis dan sikap “off the record”.

Hermawan menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan telaten. “Setiap orang jika memasuki lembaga tertentu akan memilih idealismenya. Apakah Tribun Jabar masih menjunjung tinggi idealisme? Itu diserahkan kepada pembaca,” jelas Hermawan. Mengenai ketidakjelasan infotaiment, Hermawan beranggapan bahwa infotaiment tidak sepenuhnya menjalankan prinsip jurnalistik. “Mengenai berita sadis, menurut kode etik jurnalistik, wartawan menghindari diksi dan foto sadis, terutama judul. Lalu “off the record”, biasanya itu permintaan narasumber, tetapi jika penting wartawan akan mencari narasumber lain,” ungkap Hermawan.

Sesi diskusi selesai. Setelah itu, dilanjutkan dengan simulasi menulis berita atau feature tentang kegiatan Pelatihan Jurnalistik GBSI 2015 atau kegiatan lain yang berkaitan dengan Bulan Bahasa.

Para peserta melakukan simulasi dengan sangat antusias. Ada yang mewawancarai panitia GBSI, para peserta Pelatihan Jurnalistik, dan juga ada yang mewawancarai pemateri.

Setelah simulasi selesai, para peserta dipersilahkan untuk istirahat dan solat jumat. Lalu dilanjut Pelatihan Jurnalistik sesi kedua pukul 13.00 WIB.

Di sesi kedua, Pelatihan Jurnalistik diisi oleh Yopi Setia Umbara yang memaparkan “Sejarah Ringkas dan Manajemen Media (Daring) Alternatif”. Yopi memulai dengan penjelasan sejarah dan berkembangnya media daring. Komputer dan internet sangat berpengaruh sekali terhadap berkembangnya media daring. “Jadi, jurnalisme daring adalah kegiatan jurnalistik yang memanfaatkan internet sebagai medianya,” ucap Yopi.

Yopi Setia Umbara sedang memberikan materi Pelatihan Jurnalistik. (Foto: Fasya)

Yopi Setia Umbara sedang memberikan materi Pelatihan Jurnalistik. (Foto: Fasya)

19 Januari 1998 disebut sebagai lahirnya jurnalisme daring karena ulah Mark Drudge yang mempublikasikan di internet kisah perselingkuhan Bill Clinton dengan Monica Lewinsky. Di Indonesia, jurnalisme daring dimulai pada masa berakhirnya Orde Baru, 1998. Tetapi, Kompas sudah membuat Kompas Online tahun 1995 dan Tempo menerbitkan Tempo Interaktif tahun 1996.

Yopi juga memaparkan tentang prinsip dasar jurnalisme daring dari Paul Bradshaw, jenis jurnalisme daring, keuntungan jurnalisme daring, konsekuensi jurnalisme daring, dan manajemen media (daring) alternatif. “Prinsip dasar jurnalisme daring yaitu, keringkasan, adaptabilitas, dapat dipindai, interaktivitas, dan komunitas juga percakapan,” jelas Yopi.

Pada sesi kedua, pertanyaan tidak kalah banyak dengan sesi pertama. Pertanyaan dari Roy Setiawan tentang pengaruh media daring terhadap media konvensional dan sistem keamanan di media daring. Pertanyaan dari Prasetyo tentang kendala untuk memulai membuat media daring secara kelompok. Juga pertanyaan dari Devi dan Acep Rohana tentang kelebihan dan makna dari Buruan.co.

Dengan cermat Yopi menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. “Pengaruh media daring terhadap media konvensional begitu terasa, contohnya sekarang orang-orang jarang membeli koran. Tapi saya kira, media konvensional masih akan tetap bertahan. Lalu, untuk pengamanan di media daring, itu memang harus disiapkan,” jelas Yopi.

Mengenai kelebihan dan makna dari buruan.co, Yopi mengungkapkan bahwa buruan.co sangat sederhana. Para pembaca juga berhak mengirim tulisannya dan websitenya mudah diakses. Lalu, makna buruan jika dalam bahasa Sunda adalah halaman, dalam bahasa Indonesia adalah cepat, bisa juga artinya target. Untuk memulai membuat media daring secara kelompok, menurut Yopi, kendalanya hanya pada gagasan. Jika gagasan sudah sama, selanjutnya hanya persoalan teknis.

Setelah pematerian dan diskusi selesai, dilaksanakan simulasi kedua yaitu, membuat artikel pendek bertema “Peran Media Daring terhadap Bahasa Indonesia”. Artikel para peserta akan dikomentari oleh pemateri. Jika ada artikel yang menarik, artikelnya akan dimuat di buruan.co.

Di akhir Pelatihan Jurnalistik, buruan.co memberikan cinderamata topi dari Shoutcap kepada dua peserta teraktif dalam Pelatihan Jurnalitistik tersebut. Kegiatan ini ditutup dengan penampilan musikalisasi puisi dari Subbidang Kesenian Hima Satrasia.[]

KOMENTAR

Reporter magang buruan.co. Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia UPI. Anggota ASAS UPI.

You don't have permission to register