Fb. In. Tw.

Jurus Silat Cimande, Membela Diri Bukan Melawan

Catatan Betta AS.*

 

Belum terlalu lama saya sempat menjenguk keadaan sebuah kampung kecil bernama Cibata. Di kampung yang tak jauh dari tempat tinggal saya di Desa Barengkok-Bogor, bagian barat Provinsi Jawa Barat, tradisi Silat Cimande tetap terjaga.

Kampung yang dipenuhi lahan hijau pesawahan, ladang, dan kolam ikan sebagai tempat pemancingan atau penangkaran. Cibata tak hanya menyimpan keindahan lanskap sejauh mata memandang saja. Di balik eloknya permukaan ia simpan berjuta nilai luhur di mana kehidupan menemukan hakikat keberanian.

Sebelum lebih banyak kita bercerita, sedikit bolehlah kita menengok pertanyaan, untuk apa sesungguhnya kita memelihara budaya dan tradisi bangsa? Mungkin juga ini menjadi salah satu jawaban bahwa tidak lain karena kita ingin selalu belajar menjadi manusia (manusia dengan “M” besar) .

Dengan memelihara budaya dan tradisi kita akan berjumpa dengan beragam karakter manusia, jenis-jenis pola pikir, seluk-beluk kepercayaan, dan cara pandang beragam manusia terhadap peristiwa di sekitarnya. Nampaknya, kita juga dapat menjumpai “manusia” di sini.

Bapak tua yang saya temui di rumahnya, Pak Ali (82) dengan antusias menceritakan sejarah dan apa saja yang dilakukan di perguruan seni silat Cimande. Ya, Cimande. Begitulah aliran ini disebut.

Namanya cukup tersohor di Jawa Barat. Bahkan, aliran ini menjadi salah satu acuan terpenting bagi perguruan-perguruan pencak silat, terutama pencak silat gaya Pasundan. Secara garis besar, Cimande memiliki 33 jurus dengan basis gerakan pertahanan diri dari pelbagai serangan.

Pada hakikatnya, Cimande adalah jenis silat yang mengandalkan tangan kosong untuk membela diri. Silakan digarisbawahi, “membela diri”. Kata itu selalu diulang oleh Pak Ali sebab bukan untuk menyerang lawan, melainkan membela diri.

Dalam arti, gerakan-gerakan yang dilakukan seorang pendekar menjadi gerakan yang mengeksploitasi anggota tubuh manusia sebagai anugerah Tuhan. Bahwa ada juga jurus atau gerakan yang menggunakan tongkat, itu lebih dimaksudkan sebagai simbol pengakuan: tubuh manusia, khususnya kedua tangan tetap saja memiliki keterbatasan-keterbatasan.

Selain membentuk kekuatan fisik, silat Cimande juga membentuk kekuatan batin dengan meningkatkan rasa kepercayaan diri dan menimbulkan kerendahan hati. Sebenarnya, makna yang terkandung dalam ilmu silat Cimande adalah penjabaran dari sebuah filosofi yang menuturkan bahwa di atas langit masih ada lagi langit lain yang lebih tinggi.

Di atas puncak gunung, ada puncak gunung yang lebih tinggi. Sehebat apapun manusia, pasti ada manusia lain yang lebih hebat dan kuat. Dengan dasar filosofi itulah ajaran silat Cimande menuntun seseorang menjauhkan diri dari sifat kesombongan.

Pada mulanya adalah Abah Kahir. Dialah yang pertama kali menciptakan aliran Cimande. Lelaki yang hidup sekitar abad 17 dan tinggal di tepian sungai Cimande, Bogor, Jabar ini, menurut cerita, menciptakan jurus berdasarkan gerakan seekor monyet dan harimau. Abah Kahir tak hanya memakai ilmu beladiri untuk diri sendiri. Tapi, ia juga mengangkat murid, sehingga ilmu ini semakin menyebar ke berbagai kalangan.

Pak Ali merupakan keturunan ke sekian. Di usianya yang tak lagi segar, ia tetap menjaga nilai-nilai luhur seni silat Cimande tersebut. Seni silat yang menyuguhkan perpaduan antara jurus-jurus bela diri dengan instrumen musik daerah.

Pak Ali dan kelompoknya juga memanfaatkan Cimande sebagai sarana pewarisan budaya. Dibantu anak, saudara, dan sahabat-sahabatnya, ia dengan tekun dan sabar berusaha memberi pemahaman kepada anak-anak tentang makna filosofis silat Cimande.

Tak sekadar makna gerakan bela diri, tapi lebih jauh dari itu, ia ingin memberi pemahaman tentang makna disiplin, watak ksatria, serta moral, kendati gerak silat yang dikeluarkan terlihat gemulai bak penari.

Bersambung ke Jurus Silat Cimande, Membela Diri Bukan Melawan(2)

Sumber foto: Betta AS.

*Penulis, bergiat di komunitas Pasar Sastra Leuwiliang, pecinta kebun dan sawah, sedang menempuh studi Pascasarjana program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra di UNJ, tinggal di Leuwiliang.

Media untuk Berbagi Kajian dan Apresiasi.

KOMENTAR
Comments
  • di desaku juga ada silat cimande

    21 Februari 2017
  • mery

    Mau nanya, silat cimande yg di bogor ini, kalo bs tau alamatnya dimana ya mas ? Ada nomor tlp yg bs di hub ?

    11 Juni 2016

Sorry, the comment form is closed at this time.

You don't have permission to register