Fb. In. Tw.

Puisi-Puisi Ng Lilis Suryani

Janis
Dan Kesepian Sesekali Perlu Ditangisi

Janis, masa kanak-kanak kau tinggalkan
tanpa bicara pada siapa-siapa
kau musim semi berlalu
tanpa bunga mekar di baju
suaramu, nyanyian atau tangisan

hidup barangkali tidak mudah
sebab kesepian mengikuti
ke tiap lengking suara
ikut melenggang setiap pulang
jadi saputangan, bantal, dan ranjang
dan kesepian sesekali perlu ditangisi
juga boleh dibawa mati jika berani

di panggung itu
kau bicara tentang ibu
bagi pria patah hati
jujurlah, tentang mati rasa
meski tidak mungkin dia kembali
tetap kau tawarkan penantian
sambil bernyanyi
kau menduga bahwa kematian
jadi tempat terbaik melarikan diri
dari sepi, tanpa perlu bercinta
dengan siapa-siapa
“a woman left lonely, Lord, that lonely girl”*

Yogyakarta, Oktober 2019

*Lirik lagu A Woman Left Lonely, Janis Joplin

 

Ibu Sungai

Langit di batas pandang
Memantulkan biru di permukaan
Selain itu tidak ada apa-apa
Baik cahaya matahari
Atau gerombolan awan
Bahwa di kedalaman tak satupun
Ikan dan belut berenang

Mungkin aku
Muara yang tidak mengenal hulu

Suatu sore kuajak anak-anak telanjang
Melompat ke arus rambutku dengan riak riang
Dari galangan mereka menari-nari
Sepasang mata menyala menantang angin
Tangan mereka berebut udara
Tubuh yang bening seperti air pada asal mula
Kenangan, jangan tenggelam hanya karena
Menulis sungai pada saat banjir datang
Atau kemarau panjang
Hiduplah aku, hiduplah ibu
Dan anak-anak yang berenang
Pada kesunyian di bawah permukaan

Yogyakarta, Oktober 2019

 

Jarak

Kutemukan diriku menjelma taman bermain
Dengan anak-anak yang bercerita
Tentang mimpi mereka semalam
Mereka yang ngotot dan sesekali berebut ayunan
Begitu riang berkejaran dengan siang

Dalam dirimu aku mampu jadi kota paling sibuk
Antre tiket di loket, bus kota paling ngebut
Atau burung kota yang bercinta
Di atap perpustakaan kota

Kau umpama inang dari kehadiran
Saking sering aku hidup dalam dirimu
Aku makin jadi tiada
Hilang, hampa, tak punya tenaga
Agar ada, terisi, dan terasa

Ini, cintaku padamu yang paling asing

Yogyakarta, Oktober 2019

 

Aroma

Hingga tulang belulang
Kau mengalir jadi sumsum sepi
Kebahagiaan jadi bau daging hangus
Entah suara nafas berhembus
Bagaimana menjelaskan aus
Kehadiran sebagai ketiadaan

Pagi yang ingin kupersembahkan
Ialah pagi penuh mekar bunga
Warna yang samar
Dalam kabut pudar
Sekali lagi, jangan ucapkan
“Biru langit tumpah ke tubuhku yang hangus, ma”
Jangan sayang
Atau sakitmu akan lebur
Kesekujur tubuh ingatanku

Yogyakarta, Oktober 2019

Lahir di Cianjur, 10 Juli 1996. Mahasiswa Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada. Pernah aktif di Komunitas Sastra Cianjur dan Sanggar Puisi Lincak. Sajak pernah dimuat di beberapa media daring dan terkumpul dalam antologi bersama Puisi Pilihan Kibul 2017.

KOMENTAR
You don't have permission to register