Fb. In. Tw.

Puisi-Puisi Muhaimin Nurrizqy

serahkan kepada malam

berak, tak usah risau
malam akan memangkas jarak
cintamu yang ribuan kilometer itu
cinta yang mogok
cinta yang tabrakan
cinta yang putus tali rem

demi kau, kawanku
akan kita lepas-bebaskan
kata-kata cinta
di puisi ini
berkali-kali
meski
itu cinta
yang belaka
semenjana

tak perlu sedih, berak
berikan cintamu
ke malam yang teler
biarkan malam membereskan cintamu
yang tidak pada tempatnya itu
cinta yang selalu ingin berdua
cinta yang cemburu buta
cinta yang kalera

kapan lagi
kita bisa menulis
puisi cinta
ketika negara
ikut memaksa
untuk bekerja
kerja kerja kerja
sampai gila
sampai mati

tifus
tukak lambung
lutut goyah
punggung ngilu
depresi

kita ini
generasi
miliar tahun
wabah dan penyakit
turun temurun
mendekam
dalam sel-sel
rapuh
di tubuh
yang renta
sejak muda

tapi
waktu
terus berjalan
bumi
terus berputar

maka puisi
ialah obat
bagi jiwa-jiwa
yang sakit
yang lelah
yang ingin mati

seperti malam
yang memulangkan
aku ke kita
kau ke kita

jadi
berak, kawanku
kendurkan saja
nasib yang tegang
di pundakmu

mari oleng
bersama
di malam
yang goyah ini

2022

 

 

nasib berkawan

“if i fall back down
you’re gonna help me back up again
if i fall back down
you’re gonna be my friend”
– rancid

cimporong memang kawan sejati
setiap malam ia berkunjung ke basecamp
membawa bahan-bahan yang bikin senang
kita mabuk pil mabuk lem mabuk air mabuk asap

senang kita mendengar sabda telernya,
“tidak ada hikmah yang harus dipetik dari
masalah hidupmu, kawan!”
“dunia pantek ini, ya, akan begitu-gitu saja.”

kata orang-orang tua,
nasib adalah kesunyian masing-masing
bagi cimporong,
nasib akan selalu meriah
ketika kita bagi bersama kawan
nasib kau nasib aku nasib kita
bersatu padu di bawah pimpinan mabuk

tapi
kemarin ia pulang lebih dulu
ke pangkuan tuhan
ditembak polisi

mengapa mesti cimporong yang mati
kenapa tidak aku saja, tuhan?

cimporong pergi tanpa meninggalkan
hikmah kepada kita
memang begitulah seharusnya

malam ini kami berencana mabuk
untuk mengenang cimporong
untuk merayakan hidup yang pantek
dan begitu-gitu saja

bergabung lah bersama kami, kawan!

2022

 

 

sakit perut

bajingan menunggu sembako bansos dalam keadaan sakit perut
kepada dingin besi ia memaki, “bajingan!”
sabar, kawan
apakah sabar ada batasnya?
sejak subuh kita tegak di sebalik pagar
tapi hanya angin mendesak ke lubang pantat
hingga matahari terbenam

telah habis pula kita bicarakan kehampaan
daun-daun kering yang berderai di pundak kita
dan dingin yang perih
dan semakin perih
dan udara menyayat pori-pori

bajingan, kawanku
negara menyuruh kita menunggu
tapi di beranda ini angin kedengaran di perut kita
menceret terlepas di celana
mengekalkan bansos
yang tak pernah ada

2021

 

 

gita puja kimak (ii)

sekaleng kecil lem banteng ini
tentu tidak akan membawa
raga kita ke mana-mana, kimak
tapi
bolehlah kau layarkan indera kami
ke bentang laut yang lain, wahai nakhoda
tempat di mana
rasi bintang senantiasa jujur menuntun kita dan
ikan-ikan berlompatan di bawah cahaya rembulan
cukupkan saja untuk makan sehari ke depan

2022

 

 

gita puja kimak (iii)

seteko abidin campur autan dan spiritus ini
akan memanjangkan malam kita, kimak
mari kita bahas hal-hal lucu
di kehidupanmu juga di kehidupanku
hanya hal-hal yang lucu saja
tentang cintamu yang tolol
atau ayahmu yang keparat
atau uang di saku tinggal seribu
atau apapun.
kita bercerita sepanjang malam
sepanjang kelam
sebab pagi tidak akan lagi
menghampiri kita

2022

Lahir 1995 di Padang. Direktur di komunitas film RelAir. Bagian dari media online Garak.id. Menulis puisi, cerpen, dan esai. Buku kumpulan cerpennya Sandiwara 700 Tahun Sebelum Masehi (Kalaka, 2019).

You don't have permission to register