Fb. In. Tw.

Puisi-Puisi Latifa Isma Fadila

bualan runyam

duduk, diam, dan dengar
bagaimana daun bicara lewat gesekan
bagaimana udara menyapa rongga tubuh kita
seperti anak-anak di taman bermain
meluncur turun, menjadi perosotan

duduk, diam, dan perhatikan
bagaimana bumi berputar penuh sabar
dengan matahari yang berkobar
di pusat hamparan hitam

hening, diam, maka akan ditemukan
runyam hanya bualan

 

 

filter di mata

buka mata,
dunia itu, untuk dilihat

biru, laut
merah, darah
hijau, subur

hingga terunduh satu filter di mata
biru, merah, hijau
dirantai kesesakan

semu, abu, sendu
di mata
kelimpungan

hampa tanpa laut
sedih tanpa subur
kering tanpa darah

mata memberitahu kepala
dunia sudah tidak punya apa-apa

 

 

bunga

berayun-ayun
naik, naik, mencabik langit
berkembang seperti bunga
dengan mahkota dan serbuknya

jelas akan layu
terlupakan, semu

namun, bukankah langit adalah yang terbaik?
rata dengan kering kematian yang nyaring

memang tumbuh dan naik
untuk menuju yang terbaik
sementara, tidak selamanya
karena kita adalah bunga

 

 

benang kusut

ada benang di atas ubun-ubunmu
tak pernah disentuh kecup hangat
tapi untung, kamu dikasihi matahari

mata menerawang, jeli, tajam
kemudian, menemukan bayangan hitam
di bawah piring, di atas lemari, di atas mobil-mobil mewah,
terkadang di sela-sela jari

hitam, menjadi lebih menyeramkan
mengikutimu, dari sudut kasur ke sisi-sisi yang lain

makin kusut, benang di atas ubun-ubunmu
sebab selalu diburu sang gelap gulita yang gemar tertawa

KOMENTAR

Biasa dipanggil Isma, atau Latifa. Lahir 18 Oktober 2006 dan sekarang menjadi siswi SMK Negeri 1 Karanganyar, kelas XI Akuntansi 2. Saya menyukai puisi seperti saya menyukai air putih. Saya bisa dikenal melalui akun instagram @00.Selcouth

You don't have permission to register