Fb. In. Tw.

Peluncuran “Dear Life” Alice Munro di Bandung

Alice Munro adalah Peraih Nobel Sastra pertama dari genre cerita pendek. Penulis asal kanada tersebut meraih Nobel Sastra pada tahun 2013. Ia adalah penulis yang konsisten menulis cerpen. Salah satu kumpulan cerpennya berjudul Dear Life telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia oleh Tia Setiadi dan diterbitkan penerbit Bentang (2015).

Hebatnya, di Bandung, buku tersebut diluncurkan dan dibahas oleh Safrina Norman (akademisi sastra) dan Tia Setiadi (penerjemah) dalam acara Book on March (BOM) yang diselenggarakan ASAS UPI di Auditorium B FPBS UPI Rabu (25/3).

Suasana diskusi "Dear Life". (Foto: Jarjit)

Suasana diskusi “Dear Life”. (Foto: Jarjit)

Dalam diskusi tersebut Safrina Noorman menamai judul makalahnya “Bersetia pada Alice Munro”. Safrina sengaja menamai makalahnya demikian, sebab penerjemah buku tersebut bernama Tia Setiadi dan menerjemahkan karya sastra adalah tentang seberapa setia penerjemah pada karya aslinya. Safrina melihat Tia tampak tidak begitu setia pada beberapa bagian karya Alice. Terutama pada bagian kalimat berdimensi waktu, yang pada bahasa Inggris menjadi khas.

Namun, Safrina memuji sikap itu, sebab menerjemahkan sesuai dengan struktur aslinya sangat sulit dilakukan. Terjemahan Tia menurutnya cukup berpusat pada inti makna cerita meski merubah strukturnya. Safrina pun menjelaskan kritiknya pada penerjemahan karya di Indonesia yang minim, padahal membaca karya luar dapat menambah khazanah kesusastraan Indonesia.

Tia Setiadi sendiri menjelaskan tentang penyimpangan dalam menerjemahkan merupakan sikap yang dilematis. Ia mengatakan, “Belokan-belokan itu wajar, untuk mencapai tujuan.” Menurut Tia menerjemahkan karya sastra, kita dihadapkan pada dilematika padanan bahasa. Hal ini yang menuntut kecerdasan penerjemah untuk menyiasati terjemahannya.

Selain ihwal setia dan tidak setia dalam proses penerjemahan, diskusi tersebut pun membicarakan tentang karya Alice Munro yang menurut Tia sendiri sulit diikuti dalam tradisi cerpen di Indonesia kekinian.

Cerpen Alice Munro merupakan cerpen panjang dengan panjang cerpen sekitar 25-30 halaman A4. Tradisi cerpen ini pernah ada di Indonesia, seperti pada “Bawuk” karya Umar Kayam, atau karya prosasis lainnya semisal Budi Darma dan Kuntowijoyo. Kini tradisi itu hilang sebab tidak adanya lagi ruang bagi cerpen panjang, sebab cerpen di Indonesia dominan diwadahi oleh cerpen koran dengan ruang yang terbatas.

Grup Keroncong Kabita saat tampil di BOM. (Foto: Wishu Muhammad)

Grup Keroncong Kabita saat tampil di BOM. (Foto: Wishu Muhammad)

Diskusi buku tersebut berlangsung hingga pukul 16.00, acara dilanjutkan dengan keroncong puisi kolaborasi grup keroncong Kabita dan anak-anak ASAS UPI. Hadir pula musisi revolusioner Adew Habtsa dan para penampil lain menghibur para pengunjung di hari terakhir BOM ASAS UPI.

BOM berlangsung dari tanggal 23-25 Maret 2015, sukses menggelar bazar buku, festival stensil penyair muda Bandung, peluncuran buku kumpulan puisi Dalam Lipatan Kain Esha tegar Putra, dan ditutup oleh peluncuran buku kumpulan cerpen Dear Life karya peraih Nobel Sastra Alice Munro. Tabik![]

Foto: Jarjit & Wishu Muhammad

Post tags:

Zulfa Nasrulloh, pegiat dan pemerhati sastra dan seni pertunjukan. Mendirikan media alternatif Majalaya ID. Masih lajang.

You don't have permission to register