Fb. In. Tw.

Konser Interaktif “Api Kemerdekaan”

Masih dalam suasana perayaan hari kemerdekaan. Di gedung pertunjukan Goethe Institut Jakarta, Jl. Sam Ratulangi, Menteng, Jakarta Pusat. Di sanalah saya berada waktu itu. Pukul 07.00 malam lebih beberapa menit, penonton mulai berdatangan dan berkumpul di sekitar gedung, petugas keamanan sibuk mengatur denah parkir mobil dan motor, saya sendiri menikmati hawa panas kota Jakarta yang waktu itu dirasa mendung.

Malam itu (20/8/2015), sebuah konser digelar oleh TICC (The Indonesian Children Choir) dan TIC (The Indonesian Choir). Konser paduan suara yang rutin diadakan setiap tahunnya ini mengusung konsep konser yang interaktif dengan Jay Wijayanto sebagai konduktor.

Dan suara teng-teng pun berbunyi, penonton diperbolehkan memasuki ruangan. Suasana riuh oleh mereka yang sibuk mencari tempat duduk. Di panggung, sebuah dekorasi minimalis nan anggun terpampang, seakan-akan meminta kami untuk segera duduk khidmat. Kain merah putih berbaris di masing-masing kiri dan kanan panggung, sebuah grand piano di pojok kanan, dan layar multimedia di tengah panggung.

Lampu pun meredup, dan kami menanti-nanti keajaiban apa yang hendak ditampilkan oleh konser paduan suara bertemakan Api Kemerdekaan kali ini. Tiba-tiba, sosok yang mirip Bung Karno masuk ke atas panggung memainkan tongkatnya. Tanpa instruksi, ruang kedap itu dipenuhi oleh gelak tawa.

Namun ketika mulai ia berpidato, suasana dalam ruang itu kembali hening cipta. Pidato yang berkobar dan penuh semangat, membangkitkan rasa nasionalisme para penonton sebelum berakhir dengan tepuk tangan. Serta merta sosok Jay dalam balutan kostum tentara masuk ke dalam panggung, disertai para anak-anak, juga dalam kostum beraneka ragam profesi yang ada di Indonesia, bersiap mengawali konser itu dengan lagu berjudul “Di Timur Matahari” karya WR. Supratman.

Pada konser kali ini ditampilkan 15 lagu, di mana hampir semua lagu bertema perjuangan, optimisme, nilai kedaerahan, dan romantisme. Jay Wijayanto, sebagai pemandu acara sekaligus konduktor, membalut dan menjalin interaksi dengan penonton konser melalui cerita-cerita, quotes, humor, serta sentilan-sentilan politik yang cukup bernas dan menyinggung alam bawah sadar kita mengenai kondisi Indonesia saat ini.

Penonton juga diberikan kesempatan berinteraksi secara langsung dengan materi konser. Seperti, ketika mereka diberikan kesempatan memberikan komentar setelah lagu “Nyiur Hijau” karya Maladi dinyanyikan.

Tentu saja, tak sebagaimana menonton konser paduan suara umumnya. Konser interaktif seperti ini menambah kenikmatan dalam memaknai hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-70. Konser ditutup dengan lagu “Cantate Domino” karya Josu Elberdin.[]

Post tags:

Penyair. Penerima Hibah Teater Pemberdayaan Yayasan Kelola tahun 2015. Sedang belajar fotografi. Founder Doughnut.id. Kini tinggal di Karawang.

You don't have permission to register